Dua Kontraktor Jalan Nasional di Alor Belum Bayar Pajak MBLB

Kepala Badan Pendapatan Kabupaten Alor Ribka Jayati, S.Sos, M.Si. FOTO:OM MO/RP
Kepala Badan Pendapatan Kabupaten Alor Ribka Jayati, S.Sos, M.Si. FOTO:OM MO/RP

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Hingga akhir pelaksanaan proyek Jalan Nasional Ruas Taramana-Lantoka-Maritaing, dua kontraktor masing-masing PT. Tunas Baru Abadi dan PT AKAS belum membayar pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau yang sebelumnya dikenal pajak bahan galian golongan C.   Proyek jalan nasional ini dikerjakan dengan sistim tahun jamak dari Tahun 2023-2024 akhir. Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Alor terus membangun komunikasi dan koordinasi dengan dua kontraktor besar itu sehingga dapat memenuhi kewajiban membayar pajak dimaksud.   

Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Alor Ribka Jayati Obidje, S.Sos, M.Si kepada media ini di Ruang Kerjanya, Selasa (20/05/2025) membenarkan jika dua kontraktor yang mengerjakan jalan nasional di Kabupaten Alor  itu belum membayar pajak MBLB.  

Bacaan Lainnya

“Berbagai cara membangun koordinasi dan komunikasi terus kami lakukan agar PT AKAS dan TBA dapat memenuhi kewajiban membayar pajak. Terakhir pihak AKAS sudah mendatangi Kantor Badan Pendapatan melakukan koordinasi untuk membayar pajak. TBA juga sedang dalam koordinasi tetapi belum mendatangi kami di kantor,” sebut Ribka menjawab radarpantar.com.  

Proyek jalan nasional ini sumber pembiiayaannya dari APBN sehingga demikian Ribka,  proses pencairan keuangan dilakukan di Balai Jalan dan Jembatan Kementrian PUPR Propinsi NTT.

Kita tidak bisa bijaki seperti yang kita lakukan selama ini terhadap  proyek yang dibiayai dengan APBD Alor dan dana desa.  “Kalau sumber dananya dari APBD Alor dan dana desa kita kerja sama dengan keuangan agar tidak dicairkan 100% kalau pihak ketiga belum membayar pajak.  APBN itu proses pengajuan termin ada di Balai dan ditransfer langsung ke rekening pihak ketiga sehingga kami mengalami kesulitan,” ungkap Ribka .

Mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Alor ini menambahkan, pihaknya benar  mengalami  kesulitan untuk memungut pajak kepada pihak ketiga untuk proyek yang dibiayai dengan APBN,  tetapi kami berusaha semampu kami dengan segala macam koordinasi, komunikasi terus dilakukan dengan pihak kontraktor termasuk dengan PPK dan balai agar jangan dibayarkan 100 % sebelum yang bersangkutan membayar pajak MBLB.  

Ribka mengaku sudah melayangkan surat kepada pihak Balai Jalan dan Jembatan dengan tembusan dua kontraktor, PPK dan pihak terkait lainnya agar kewajiban membayar pajak MBLB ini segera dipenuhi.  

Menurut Ribka,  berdasarkan hasil perhitungan Badan Pendapatan Daerah melalui RAB, dua kontraktor jalan negara, tunggakan pajak MBLB PT AKAS di Jalan Nasional Taramana-Lantoka-Maritaing itu  sebesar Rp.  1,1 Milyar lebih, sedangkan PT TBA sebesar Rp. 609 Juta  berdasarkan  SK Bupati Alor.  Keduanya  dibayar, tetapi telah dilakukan komunikasi dan koordinasi dengan dua perusahaan untuk dilakukan pembayaran.  

Terakhir demikian Ribka, ketika  melakukan penagihan berdasarkan dokumen yang ada, pihaknya mendapat konfirmasi dari pihak perusahaan (PT AKAS) jika ada material yang mereka ambil dari perusahaan lain. Tetapi kami tetap melakukan penagihan berdasarkan RAB yang ada untuk dbayarkan kepada negara dan daerah.  

Kalau kontraktor jalan negara membeli material dari perusahaan lain itu urusan mereka dengan mereka, tetapi pemanfaatan atas galian C sesuai RAB itu menjadi kewajiban pelaksana pekerjaan untuk membayar kepada negara dan daerah, ujarnya.

“Kami berharap mereka tidak lalai dari kewajiban,” pinta Ribka sembari menegaskan, sebagai dinas teknis yang memiliki kewajiban untuk melakukan penagihan, semua koordinasi dan komunikasi sudah kami bangun.

Menariknya jebolan STPN  ini menyebutkan jika ia sampai menemui PPK Jalan Nasional di Batu Putih menuju So’E dan  menemui PPK juga di Maritaing untuk melakukan koordinasi agar kontrak jalan nasional ini melunasi pajak galian C setelah sebelumnya mendatangi Kantor Balai Jalan dan Jembatan Kementrian PUPR di Kota Kupang.    

Menurut Ribka bukan soal besar atau kecilnya kewajiban yang harus mereka penuhi kepada daerah dan negara, tetapi karena ini kewajiban maka mereka harus bayar.   

Dia mengaku sudah dua kali melayangkan surat kepada Balai Jalan dan Jembatan Kementrian PUPR Propinsi NTT  agar dua perusahaan ini dapat memenuhi kewajiban membayar pajak galian golongan C.

Dijelaskannya, kalau terjadi CCO atau hal lain dalam pelaksanaan pekerjaan di lokasi maka pihak perusahaan datang dengan melampirkan dokumen CCO sehingga pihaknya dapat menyesuaikan dengan besaran pajak yang harus dibayarkan kepada negara dan daerah. Kalau tidak ada dokumen CCO maka Badan Pendapatan tetap melakukan penagihan berdasarkan RAB awal yang ada.

Surat pertama itu dengan perihal pemberitahuan membayar pajak terkait paket pekerjaan jalan nasional, selanjutnya surat kedua itu perihal hasil perhitungan pajak MBLB yang ditujukan kepada Balai Jalan dan Jembatan Kementrian PUPR Propinsi NTT untuk melakukan penagihan atau dengan kebijakan yang dilakukan oleh Kepala Balai agar mencairkan termin akhir dengan melampirkan bukti pelunasan pembayaran pajak MBLB, pungkasnya.  

Ditambahkannya, pihaknya tidak mengalami kendala dalam melakukan penagihan terhadap pekerjaan yang dibiayai dengan dana desa dan APBD Alor, karena sudah dibangun koordinasi antara kantornya dengan pihak PMD dan Dinas Keuangan. APBN-nya yang sulit karena pencairan keuangan dilakukan di Balai.

Ribka menegaskan jika sudah melakukan berbagai langka, tinggal butuh kesadaran dan itikat baik dua perusahaan ini dalam memenuhi kewajiban membayar pajak.  Apalagi material yang digunakan membangun jalan nasional oleh dua perusahaan ini diambil dari bumi Alor ya harus ada diimbangi dengan kerusakan lingkungan di tempat pengambilan material harus berimbang, pajak harus dibayar.

PBB Mengalami Penurunan!

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun 2025 menurut Ribka mengalami penurunan hampir Rp. 1 Milyar dari target berdasarkan jumlah ketetapan pajak 2024 sebesar Rp. 5,5 Milyar setelah diberlakukan regulasi baru dalam hal ini Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang mulai berlaku Tahun 2025 maka ada sejumlah PBB yang mengalami perubahan, khusus untuk lahan-lahan kosong, lahan yang tidak produktif itu yang semula perkaliannya atas setiap obyek yang ada itu 0,1. Sekarang dengan berlakunya regulasi baru itu perhitungannya dengan perkalian 0,08 % atau turun 2 digit dari perhitungan tahun sebelumnya sehingga penetapan 2025 atas PBB yang tahun 2024 Rp. 5,5 Milyar turun menjadi Rp. 4,6 Milyar pada 2025.  

Tak hanya itu,  pajak galian C juga mengalami penurunan Rp. 6,7 Milyar dampak efisiensi. Posisi hingga Mey 2025 saat ini,  dari data yang ada pajak hunian hotel juga mengalami penurunan,  pajak kendaraan juga hilang beberapa item khusus untuk kendaraan dinas, pajak menara telkomsel juga hilang karena regulasi, kata Ribka menjelaskan.  

Di Kabupaten Alor sebut Ribka, ada 19 OPD penampung PAD. Dari 19 OPD ini yang menghasilkan target PAD sebesar Rp. 69 Milyar. Terbesar itu ada di rumah sakit, keuangan dan badan pendapatan.

Kalau kita bandingkan PAD  2023 dan 2024 maka terjadi penurunan, khusus yang ada di rumah sakit dan keuangan. Rumah sakit itu targetnya Rp. 38 Milyar tetapi turun hingga Rp. 28 Milyar dibanding tahun sebelumnya. Itu artinya  orang sakit di Alor  berkurang karena komplainnya BPJS, jelasnya.  

Sedangkan di keuangan berkurang karena bisa saja dipicu tidak ada lelang-lelang aset daerah, denda keterlambatan terhadap paket pekerjaan berkurang, kecilnya sisa tender. Tetapi untuk yang dikelola badan pendapatan, dari 9 jenis pajak dibandingkan dengan tahun sebelumnya memang target naik, kalau dihitung prosentase kami dianggap turun prosentasenya tetapi targetnya nail karena realisasinya lebih hampir Rp. 1 Milyar dari tahun sebelumnya, tambah Ribka.   *** morisweni

Pos terkait