KALABAHI,RADARPANTAR.com-Ini solusi Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP untuk mengurangi ketergantungkan daerah ini mendatangkan beras dari luar Alor untuk memenuhi kebutuhan pangan. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Teknis harus tidur dan selalu berada di tengah-tengah petani mengembangkan kearifan lokal yang dimiliki untuk menanam berbagai jenis tanaman yang menghasilkan pangan lokal sebagai upaya mengatasi kelangkaan beras sebagaimana yang terjadi beberapa minggu belakangan.
Ke depan itu merupakan tahun-tahun yang sulit, karena itu dalam kunjungannya di setiap kesempatan, baik di gereja, di gunung-gunung, di kampung-kampung selalu saya sampaikan bahwa menghadapi kesulitan di tahun mendatang ini para petani diminta tidak hanya tanam padi tetapi harus tanam jagung, ubi, pisang dan kacang-kacangan. Dan, itu harus dilakukan oleg OPD teknis dengan cara tidur atau selalu bersama mereka kembangkan apa yang mereka punya dan miliki, kata Djobo kepada media ini di Ruang Kerjanya, Kamis (09/03).
Di beberapa tempat di Abad Selatan itu demikian Djobo di jaman dahulu itu para petani menanam padi, jagung, kacang itu dalam satu lubang sehingga mana yang tumbuh dengan baik itu yang menjadi harapan petani, sehingga stok pangan lokal mereka tidak pernah kurang.
Budaya sekarang sudah berubah, petani kita kalau tanam padi maka itu saja yang mereka tanam, tidak tanam jagung, ubi, kacang-kacangan dalam satu lubang sebagaimana yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. Karena itu jika padi diserang hama maka petani kita terancam gagal tanam, ungkap Djobo.
Djobo minta kepada OPD teknis mendorong para petani untuk mengembangkan kembali budaya tanam padi, jagung, ubi dan kacang-kacangan dalam satu lubang untuk mengatasi kesulitan pangan jika kapal-kapal dari luar pulau Alor mengalami kesulitan di waktu cuaca extrim berlayar membawa beras menuju Pulau Alor.
Karena lahan kita terbatas, belum dengan kemungkinan datangnya hama pada jenis tanaman tertentu, karena itu budaya satu lubang tanam berbagai jenis tanaman menjadi penting untuk dikebangkan. Dengan begini jika padi gagal tumbuh, jagung bisa berhasil atau sebaliknya, pungkas Djobo.
Ke depan terang Djobo, budaya seperti ini yang harus dikembangkan sehingga satu hamparan atau lahan itu bisa menghasilkan berbagai pangan lokal yang bisa menjadi pangan utama ataupun pangan alternatif jika menghadapi kesulitan seperti yang dihadapi beberapa waktu belakangan ini.
Dijelaskan Djobo, lahan yang dimiliki petani terbatas, manusia bertambah, otomatis yang makan juga banyak, karena itu sudah waktunya petani kita ajak untuk kembali kepada budaya tanam satu lubang masukan dengan berbagai jenis tanaman, baik itu jagung, padi, kacang-kacangan dan ubi dalam satu lahan, termasuk tanam pisang di pinggir lahan.
Dia menegaskan bahwa ke depan kita tidak bisa menggantungkan katahanan pangan kita dengan cara mendatangkan terus dari luar Alor. Karena petani di daerah ini harus digerakan oleh OPD Teknis untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman yang menghasilkan pangan lokal. “Ini baru dua hingga tiga minggu kapal beras tidak masuk saja ribut, belum bahan kebutuhan pokok yang lain,” tandasnya.
Karenanya tambah Djobo, kita sudah harus membangun dan mengembangkan cara bertani kita dari kearifan lokal yang kita miliki saat ini. “Kita boleh pegang uang tetapi kalau beras, jagung tidak ada kita mau bagaimana,” ujarnya.
Djobo mengaku dengan adanya pergeseran budaya ini, anak-anak muda kita sudah tidak mau konsumsi beras merah, beras hitam, apalagi jagung. Maunya hanya beras putih.
Bupati Alor dua periode ini tak mampu menyembunyikan cara bertani orang Pantar, terutama Pantar Tengah. Di sana tidak ada lahan basah, tetapi petani di sana bisa tanam berbagai jenis tanaman, ada padi, ada jagung, ada ubi, ada kacang-kacangan dan pangan lokal lainnya. Itu hebat itu orang di sana.
Makanya baru-baru orang ribut di kota karena kelangkaan beras, kamu coba lihat di Pantar khususnya di Pantar Tengah, di Pura dan di Lantoka ada ribut. Tidak too, tandasnya.
Dia mengamati, lebih banyak sekarang anak-anak muda itu lebih banyak bergerak ke kota. Apakah datang untuk ojek atau bekerja di sektor jasa lainnya. Yang urus sawah, yang urus kebun dan ladang itu orang-orang yang sudah termakan usia, orang-orang tua semua. Kalau begitu berapa kuat daya tahan mereka menghadapi kebun dan sawah.
Dinas teknis, itu jangan kita sudah fasilitasi sekolah terus datang tidak daratkan ini ilmu kepada petani. Meraka ini harus rajin turun di masyarakat, lihat apa yang dimiliki masyarakat, sumber daya, apa yang masyarakat tahu, apa yang masyarakat bisa pahami dan kerja, itu yang dikembangkan. “Jangan buat ilmu baru lagi. Kearifan lokal, masyarakat punya budaya apa itu yang ikut dan kembangkan. Tidak perlu kembangkan ilmu baru lagi,” ujar Djobo sembari menaruh hapar agar kearifan lokal yang dimiliki untuk mengembangkan kebutuhan pangan masyarakat itu yang dikembangkan.
Menurut Djobo, sarjana perikanan di Alor ini lebih banyak dari ikan-ikan di laut, sarjana peternakan juga lebih banyak dari burung-burung di udara, sarjana pertanian lebih banyak petani pemilik lahan tetapi tidak bisa memberdayakan masyarakat petani untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal.
Ada yang bilang pilar kenyang dalam program Gema Mandiri itu gagal … bukan gagal. Alor kenyang itu harus kita pahami dari aspek ekonomi, akses pasar, kualitas, ketersediaan dan keberlanjutan, bukan ini hari ubi, pisang, jagung ada makan kenyang tidur ‘kentut’, besok lapar lagi, bukan! Bagaimana bisa menghasilkan padi, jagung dan pasar bisa terima atau tidak, katanya menambahkan.
“Ada yang menganggap pemerintah gagal soal kelangkaan beras beberapa waktu belakangan. Kita ini ada di daerah kepulauan, keadaan cuaca yang extrim sehingga BMKG mengeluarkan larangan untuk kapal-kapal tidak berlayar selama beberapa waktu,” ujarnya. *** morisweni