KALABAHI,RADARPANTAR.com-Tingginya laporan masyarakat terhadap dugaan korupsi pengelolaan dana desa di Kabupaten Alor memaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor tak hanya fokus kepada penindakan. Berbagai upaya pencegahan juga terus dilakukan lembaga penegak hukum yang satu ini untuk meminimalisir berbagai penyimpangan dalam pengelolaan dana desa. Terbaru, Kejari Alor mendatangi desa-desa melakukan penerangan hukum bagi kepala desa dan perangkat dalam pengelolaan dana desa.
Upaya kita menegakan supremasi hukum di bidang bidang tindak pidana korupsi, tidak saja kepada upaya melakukan penindakan tetapi berbagai upaya untuk melakukan pencegahan juga saat ini dipandang penting oleh kejasaan pada umumnya dan secara khusus di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Alor terus kami lakukan, sebut Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Alor Zakaria Sulistiono, SH usai mewakil Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali, SH, MH menyampaikan materi kepada para kepala desa dan perangkat tingkat Kecamatan Teluk Mutiara, Rabu (07/09).
Menurut Sulistiono penerangan hukum seperti ini merupakan upaya preventif dalam pencegahan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa.
Dihadapan Kepala Desa Lendola, Desa Fanating, Desa Motongbang, Desa Air Kenari, Desa Teluk Kenari dan Desa Adang Buom, Sulistiono menjelaskan, dasar hukum pengelolaan dana desa adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jo. PP Nomor 43 tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 8 Tahun 2016, Pepres Nomor 12 tahun 2015 tentang Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan PP Nomor 11 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.07/2019 tentang Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Mendukung Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi dan Peraturan Bupati tentang dana desa dan alokasi dana desa.
Menurut Sulistiono, dana desa yang bersumber dari APBN merupakan wujud pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa, hak asal-usul dan/atau hak tradisional. Tujuan dialokasikan dana desa demikian Sulistiono diantaranya, meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Dijelaskan Sulistiono, UU 6 TAHUN 2014 mengamanatkan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Desa. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) meliputi, memberikan pedoman pelaksanaan penugasanurusan Kabupaten/Kota yang dilaksanakan olehDesa; Memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; Memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; Melakukan fasilitasipenyelenggaraan Pemerintahan Desa; Melakukanevaluasi dan pengawasan Peraturan Desa; Menetapkan pembiayaan alokasi dana perimbangan untuk Desa;g.mengawasi pengelolaan Keuangan Desa dan pendayagunaan Aset Desa; Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan,dan lembaga adat; Memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat; Melakukan upaya percepatan pembangunan perdesaan;l.melakukan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;m.melakukan peningkatan kapasitas BUM Desa dan lembagakerja sama antar-Desa dan Memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desasesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Dikatakan Sulistiono, tipologi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah seperti tidak adanya pembangunan di desa; Pembangunan/pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi/Rencana Anggaran Biaya; Dugaan adanya mark up oleh oknum aparat desa; Tidak adanya transparansi; Masyarakat tidak dilibatkan antara lain Perangkat Desa tidak dilibatkan, Musrenbang yang tidak sesuai; Penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi; Lemahnya pengawasan dana desa oleh inspektorat; Kongkalikong pembelian material bahan bangunan; Proyek fiktif; Penggelapan honor aparat desa dan SPJ Fiktif atau disusun seolah-olah sesuai RAB
Menurut Sulistiono, peran Kejaksaan RI dalam urusan pengelolaan keuangan desa meliputi lembaga pemerintahan dan penegakan hukum. Untuk lembaga pemerintahan, kejaksaan membantu pemerintah dalam merumuskan, pengambilan keputusan kebijakan nasional, mengamankan kebijakan nasional. Untuk penegakan hukum kejaksaan merupakan lembaga penuntutan, melaksanakan perintah undang-undang dan peraturan lainnya dan mencegah terjadinya tindak pidana. *** morsiweni