Dentuman Proporsional tertutup terdengar di Mahkamah Konstitusi, beberapa politisi menggugat UU Pemilu, mereka meminta agar pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup dengan dalil bahwa Frasa ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian, hal yang sama dikatakan oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto bahwa sistem pemilu dengan proporsional tertutup sesuai dengan perintah konstitusi dimana peserta pemilihan legislatif adalah partai politik dalam Kompas Desember 2022. Maka sinyalpun digetarkan oleh Ketua KPU RI melalui Detiknews bahwa “ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali Proporsional Tertutup.
Era ini pemilu menempati posisi maha penting karena kaitan dengan beberapa hal mendasar. Pertama, pemilu menjadi mekanisme terpenting bagi keberlangsungan demokrasi, ia adalah mekanisme terbaik nan canggih yang ditemukan agar rakyat tetap berkuasa atas dirinya. Perkembangan masyarakat begitu pesat, persebaran dan aktivitas semakin luas dan beragam, kompleksitas problematika yang dihadapi rakyat semakin variatif. Situasi ini tidak memungkinkan rakyat untuk berkumpul dalam satu tempat dan mendiskusikan problema dimaksud secara serius. Akhirnya muncul demokrasi perwakilan sebagai keniscayaan dengan pemilu sebagai mekanisme untuk memilih wakilnya. Kedua, pemilu menjadi barometer negara demokrasi. tidak ada satupun negara yang mengklaim dirinya demokratis tanpa melaksanakan pemilu sekalipun negara itu hakekatnya otoritar. Pandangan Schumpetarian tentang demokrasi bahwa demokrasi sebagai metode politik mendominasi teorisasi demokrasi maka pemilu menjadi elemen maha penting dari ukuran negara demokrasi. Bahkan, Prezeworski dkk mendefinisikan demokrasi bukan sekedar rezim yang menyelenggarakan pemilihan umum untuk mengisi jabatan pemerintahan (demokrasi juga mensyaratkan adanya oposisi yang memiliki kesempatan memenangkan jabatan publik). Ketiga, pemilu dan implikasinya sangat penting untuk dibicarakan, pemilu menjadi suatu cara untuk memperlemah dan mengakhiri rezim-rezim otoriter. Pada fase ini, Huntington menyebut pemilu sebagai alat serta tujuan demokratisasi. pernyataan ini berangkat dari kenyataan tumbangnya penguasa otoritarianism akibat dari pemilu yang mereka sponsori sendiri karena mencoba memperbarui legitimasi melalui pemilu.
Histori Pemilu Indoensi;
Tahun 1955, Pemilu Nasional pertama kali dilaksanakan di Indonesia untuk memilih DPR dan anggota konstituante, melansir laman Bawaslu Kota Batam bahwa pemilu pada saat itu menggunakan Sistem proporsional, artinya kursi yang tersedia dibagikan kepada partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat oleh partai politik dan dianggap sebagai sistem berimbang, wilayah negara adalah daerah pemilihan, kana tetapi karena terlalu luas maka dibagikan berdasarkan daerah pemilihan dengan membagi sejumlah kursi melalui perbandingan jumlah peduduk.
Tahun 1971, berkaitan dengan pembagian kursi berbeda dengan pemilu tahun 1955, periode itu menggunkaan UU 15/1969 sebagai dasar maka semua kursi terbagi habis disetiap daerah pemilihan. Pemilu pada saat itu diikuti oleh 10 partai politik.
Tahun 1982, 1989, 1992 dan 1997, pada saat itu tonggak kekuasaan ditangan presiden Soeharto selama 32 tahun dengan enam kali penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, Tk I, DPRD Tk II. Pada saat itu Soeharto tetap menjadi presiden tetapi wakil presiden selalu berganti setiap periode.
Tahun 1999, Ketika itu, cara pembagian kursi hasil pemilihan menggunakan Sistem proporsional dengan mengikuti varian roget. Namun penetapan calon terpilih berbeda dengan pemilu sebelumnya yaitu dengan menentukanperingkat perolehan suara tersebesar atau terbanyak daeri daerah tempat seseorang dicalonkan.
Tahun 2004, pemilihan saat itu diikuti oleh banyak partai. Ada dua macam pemilihan umu, pertama, pemilihan untuk memilih anggota perlemen yang partainya memenuhi parliamentary threshold. Kedua, pemilihan presiden dan wakil presiden. Publik menganggap Pemilu tahun 2004 telah menunjukan kemajuan dalam demokrasi.
Tahun 2009, Pemilihan anggota DPR dilaksanakan dengan Sistem proporsional terbuka yang perhitungannya didasarkan pada sejumlah daerah pemilihan. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya dilakukan dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut (pemilih memilih calon anggota DPR, bukan partai politik). Untuk pemilu Tahun 2014, pelaksanaan pemilu pada tahun tersebut tidak berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Sedangkan Pemilu Tahun 2019 merupakan penyelenggaraan pemilu legislative dengan pemilu presiden secara serentak atau lazimnya disebut pemilu serentak, skala penyelenggaraan pemilu di Indonesia menjadi sangat besar dan dianggap pesta demokrasi terbesar sepanjang sejarah indonesi dan juga merupakan pemilu satu hari terbesar di dunia. Sistem pemilu yang digunakan adalah Sistem proporsional daftar calon terbuka untuk memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota, Sistem distrik berwakil banyak untuk memilihanggota DPD dan Sistem mayoritas dua putaran untuk memilih calon presiden dan wakil presiden.
Lalu apa perbedaan antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup? Ciri pembeda dalam dua hal ini adalah. Pertama, dari sisi pelaksanaannya bahwa proporsional terbuka partai politik mengajukan daftar calon yang tidak disusun berdasarkan nomor urur dan tanpa nomor didepan nama (biasanya disusun berdasarkan abjad atau undian. Sedangkan untuk sistem proporsional tertutup adalah partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut, nomor urut ditentukan oleh partai politik. Kedua, dari sisi metode pemberian suara bahwa Proporsional terbuka menghendaki pemilih memilih salah satu nama calon, sedangkan untuk Sistem proporsional tertutupnya adalah pemilih memilih partai politik. Ketiga, dari sisi penetapan calon terpilih untuk Sistem proporsional terbuka adalah penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, sedangkan untuk Sistem proporsional tertutup adalah penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut jika partai mendapatkan dua kursi maka calon terpilih adalah nomor urut satu dan dua. Keempat, dari sisi derajat keterwakilan bahwa proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislative secara langsung sehingga pemilih dapat mengontrol orang yang dipilihnya, sedangkan untuk proporsional tertutup adalah kurangnya ruang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakil yang duduk di legislatif. Pilihan partai politik belum tentu pilihan pemilih. Kelima, dari sisi Tingkat Kesetaraan Calon bahwa Proporsional terbuka memungkinkan hadirnya kader yang tumbuh dan besar dari bawah dan menang karena adanya dukungan masa, sedangkan untuk proporsional tertutup didominasi kader yang mengakar ke atas karena kedekatannya dengan elite parpol, bukan karena dukungan masa. Keenam, kelebihan dari sisi proporsional terbuka adalah mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan masa untuk kemenangan, terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih, terbangunnya kedekatan antarpemilih. Sedangkan untuk proporsional tertutup adalah memudahkan pemenuhan kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas karena partai politik yang menentukan calon legislatifnya, mampu meminimalisir praktik politik uang. Ketuju, Kekurangan dari sisi proporsionalitas terbuka adalah peluang terjadinya politik uang sangat tinggi, rumitnya perhitungan hasil suara, sulitnya menentukan kuota gender dan etnis. Sedangkan kekurangan dari sisi proposional tertutupnya adalah pemilih tidak punya peran dalam menentukan siapa peran wakil dari partai mereka, tidak responsif terhadap perubahan yang cukup pesat, menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca pemilu.
Pengalaman Panjang Bangsa Indonesia melakukan Pemilu, untuk sementara kita bisa berkesimpulan bahwa Sistem pemuli ideal di indoensia adalah Sistem proporsional, pertanyaan lanjutannya, simstem proporsional seperti apa? Jawaban sementara terhadap pertanyaan ini adalah harus menoleh kepada histori pemilu Indonesia, undang-undang dan tujuan pemilu itu sendiri.
Memilih partai saja pada surat suara mengoptimalkan efek coattail effect sebagai keistimewaan pemilu serentak. Jika pemilih disodorkan surat suara memilih presiden dan partai sekaligus, ada kecenderungan pilihan partai selaras dengan pilihan presiden.