RADARPANTAR.com-Reformasi Birokrasi di Kabupaten Alor merupakan kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Birokrasi harus dikembalikan pada posisi eksistensialnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang bertumpu kokoh pada prinsip-prinsip dasar kepamongan, yakni mengayomi, melayani, memberi motivasi, mengarahkan, menjadi teladan dan mengevaluasi demi perbaikan di masa mendatang.
Karenanya jika dipercayakan rakyat menjadi Bupati Alor lima tahun mendatang maka ia bersama Wakilnya Lukas Reiner Atabuy, SH memprioritaskan reformasi birokrasi dalam lingkup pemerintah Kabupaten Alor.
Menurut Ima Blegur, reformasi birokrasi mesti memberi ruang yang seluas-luasnya bagi berlangsungnya restorasi kebijakan publik yang berbasis pada kolaborasi yang efektif antara tiga pemangku utama, yakni eksekutif, legislatif dan masyarakat.“Tujuan utamanya adalah bahwa setiap kebijakan publik, tidaklah boleh nir public, melainkan sebaliknya harus sedekat-dekatnya sekaligus memberi jawab yang setepat-tepatnya terhadap kebutuhan publik,” kata Ima Blegur seperti dikutip radarntt.net.
Itu berarti, jelasnya, setiap kebijakan publik bukanlah representasi dari kepentingan elit politik yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses perumusan kebijakan publik, melainkan merupakan usaha sadar, terencana dan bertahap untuk menjawab kehendak masyarakat luas yang justru menjadi harapan dan alasan mereka untuk memilih para aktor politik, baik yang duduk dalam jabatan eksekutif maupun legislatif.
“Secara formal, memang ada Musrenbangdes, Musrenbangcam, dan Musrenbangkab yang memberi kesempatan kepada publik untuk mengajukan kehendak dan harapan mereka. Namun fakta menunjukan bahwa keterbatasan anggaran muncul sebagai alasan utama mengapa kehendak rakyat dalam Musrenbangdes tidak diakomodir dalam Musrenbangcam dan Musrenbangkab,” ungkap Ima Blegur.
Apalagi, katanya, kehendak Kepala Daerah dan elit politik lokal terbukti terlalu kuat untuk mengabaikan kehendak rakyat dalam proses perumusan APBD, yang selama ini dipandang sebagai hal yang wajar dan biasa-biasa saja. Hal ini bisa terjadi, bahkan dianggap sebagai suatu kelaziman karena terputusnya komunikasi dan tanggungjawab politik antara rakyat, partai politik dan para anggota legislatif dan kepala daerah, segera setelah mereka terpilih dan dilantik.
“Reformasi Birokrasi perlu diarahkan untuk meningkatkan kualitas para birokrat dengan menumbuhkembangkan tiga kompetensi dasar birokrat, yakni kompetensi tehnis, kompetensi manajerial (kepemimpinan) dan kompetensi etik,” tegas Ima Blegur.
Menurut dia, Sistem Merit atau Merit System dalam manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) harus menjadi kebijakan yang dijalankan. Sebagaimana amanah Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
“Kebijakan dan Manajemen ASN yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan,” terangnya.
Melakukan rekrutmen ASN yang profesional dan berintegritas dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya dan menjadikan mereka sebagai pelayan masyarakat.
Sembari, terus mengembangkan kemampuan dan kompetensi ASN melalui metode coaching dan memberikan kepastian karier dan melindungi karier ASN dari intervensi politik dan tindakan kesewenang-wenangan.
“Mengelola ASN secara efektif dan efisien dan memberikan penghargaan bagi ASN yang adil dan layak sesuai kinerja,” tegas Ima Blegur, ke media belum lama ini di Kalabahi. ***rn/morisweni