KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia bekerja sama dengan pegiat media sosial di Alor menggelar Workshop Literasi Digital. Workshop dibawa thema Makin Cakap Digital ini menyasar para pengguna media sosial di kalangan milineal umumnya, meski ada sejumlah tokoh tua yang ambil bagian. Dua nara sumber, DR. Jahved Ferianto Maro dan Novita Ayu Oilsana hadir memotivasi ratusan peserta workshop agar bisa menggunakan media sosial kepada sesuatu yang bermanfaat. Baik DR. Jahved maupun Novita Ayu mendorong peserta agar menggunakan media sosal yang mendatangkan manfaat ekonomi atau menghasilkan uang.
Keberhasilan suatu teknologi atau digital dalam suatu wilayah bukan dilihat dari berapa banyak orang yang menggunakannya. Tetapi berapa besar pengaruh digital terhadap perkembangan ekonomi. Jadi, mama-mama dorang jangan berpikir, eh saya sudah tahu main facebook, youtube, instagram. Kalau facebook, Youtube, Instagram belum bisa menghasilkan duit jangan bilang itu sudah canggih, sebut DR. Jahved dalam workshop Literasi Digital yang dipusatkan di Lantai V Hotel Simfony Kalabahi, Kamis (15/09).
Dipandu Nyoman Josafhat Boling, DR. Jahved mengatakan, pola pikir digital bukan sekedar kemampuan menggunakan tekonolgi digital, kalau sudah mahir mengelola media sosial, jangan bangga dulu. Kalau facebook, Youtube dan Instagram dikelola dengan baik dan sudah dapat menghasilkan uang, itu baru wow, ini yang diharapkan.
Dosen UNTRIB Kalabahi ini mengingatkan para pengguna media sosial untuk pandai-pandai membaca peluang, dan harus lihat dari segi strategi. Harus tau kekuatan ada dimana dan kelemahan ada dimana dalam menggunakan media sosial. Apalagi ada yang sudah fokus menggunakan media sosial sebagai sarana menjual kuliner, sovenir, pariwisata, harapannya harus dimanfaatkan dengan baik.
Salah satu dampak buruk dari makin berkembangnya media sosial adalah semakin berkembang juga proses kriminal, ini yang saat ini kita rasakan.
Yang sedang terjadi saat ini demikian DR. Jahved, perkembangan internet yang berkembang secara cepat membuat banyak pengguna internet era digital dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang positif dan juga ada negatif dari segi ujaran kebencian dan berita hoax.
“Saya pernah survey khusus secara manual di facebook, dalam satu hari di FB mencapai 125 ujaran kebencian, yang memunculkan hal-hal yang negatif,” sebutnya sembari menambahkan, sekarang kalau ada masalah dengan tetangga, curhat paling enak kan di FB. Lihat orang melakukan sesuatu yang tidak disukai bukannya diberikan teguran tetapi malah bekin status.
Seharusnya terang Maro, facebook dan media sosial lainnya bisa digunakan kepada hal-hal yang positif. “Facebook bisa digunakan untuk pemasaran, di tempat saya mengajar juga sudah banyak. Kalau sudah benci dengan teman di kampus pasti facebook sebagai tempat curhat. Terlalu boros waktu menggunakan media untuk hal-hal yang tidak menguntungkan,” ungkapnya.
Menurut Maro, orang NTT itu mulai sadar dan dapat memanfaatkan tekonologi digital, tetapi pertanyaannya, apakah sudah digunakan sesuai dengan tujuannya diciptakaannya tekonolgi atau tidak. Kan tujuannya untuk hal-hal positif. Kalau NTT masih berada di garis kemiskinan maka tekonologi digital yang demikian pesat majunya ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
Nara sumber lainnya, Novita Ayu Oilsana memulai materi dengan mengatakan, kalau saya menjadi nara sumber dalam worksop saat ini, juga merupakan dampak dari digitalisasi yang kita rasa saat ini. “Bagaimana saya bergerak di media sosial sejak 2015 hingga kini, dan itu bukti saya bisa berdiri disini di hadapan teman-teman, bisa berdampingan dengan DR. Jahved dan itu jadi kebanggaan sendiri buat saya,” ungkap No Ayu demikian Novita Ayu Oilsana biasa disapa memulai materi workshop.
Dibawah judul Mengembangkan kalter digital yang baik dan yang sehat, pemahaman pemakaian media sosial dalam melakukan filter terhadap berita hoax, No Ayu menjelaskan, sebelumnya kita mengenal literasi itu yang berkaitan dengan buku, yang berkaitan dengan baca dan tulis, tetapi sekarang sudah ada istilah baru yang kita sebut sebagai literasi digital yang sebenarnya sama kegunaannya yakni untuk membangun komunikasi.
Kalau kita ikuti perkembangan saat ini demikian No Ayu, orang malas membaca buku, beberapa tahun silam kita masih menemukan perpustakaan jalanan. Setiap sore rame dikunjungi pembaca, tetapi sekarang dengan kemajuan teknologi yang ada kita tidak menemukan tempat itu lagi untuk bisa ada di sana (perpustakaan jalanan).
“Sekarang ada banyak novel online yang selain kita baca gratis bisa menghasilkan uang. Ini merupakan kemajuan yang mau atau tidak harus kita terima, harus bisa beradaptasi,” ungkap No Ayu.
Dari aspek budaya terang No Ayu, di jaman sebelumnya itu kita dapati surat menyurat kalau hendak berkomunikasi dengan orang lain yang ada di seberang dengan menggunakan jasa pos yang membutuhkan waktu yang cukup, tetapi sekarang semuanya serba mudah karena ada jasa internet.
Di hadapan berbagai komunitas yang kebanyakan orang muda No Ayu juga menyinggung soal budaya berbusana di Alor yang dahulu menggunakan tenunan atau kain sarung tetapi sekarang orang sudah perlahan meninggalkan itu dan menuju ke barat-baratan, lebih suka celana pendek, lebih suka mengenakan baju-baju prendit. Kita tidak mau mengenakan tenunan atau kain sarung yang merupakan identitas kita sebagai orang Alor.
No Ayu minta kepada peserta workshop dan masyarakat umum pengguna media sosial agar terus belajar memanfaatkan fitur-fitur yang disediakan oleh media sosial, jadi kalau kita tidak suka dengan seseorang maka tidak usa bilang bahwa kita tidak suka, kita tinggal unfollow. Jangan memperkeruh masalah dengan berdebat tidak jelas di media sosial yang kemudian menjadi tontotan.
Bagiamana teman-teman bisa memanfaatkan media sosial dengan baik, instgram, whatsApp, facebook itu semua sudah berbisnis, sekarang tiktok pun demikian. Jadi, bagaimana kita bisa menggunakan media sosial untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri, lingkungan, pinta No Ayu.
Untuk anak-anak menurut pegiat pariwisata Alor ini bahwa ada fitur di handpone yang hanya disediakan untuk anak-anak. Jadi, ada fitur untuk keamanan anak. Kalau kita hendak memberikan handpone kepada anak, kita bisa menggunakan fitur dimaksud. Kita juga bisa memantau setelah anak-anak kita menggunakan handpone, misalnya dengan mengecek riwayat pencarian, dengan begitu kita bisa ketahui apa saja yang dilihat anak, apa saja yang dinonton anak saat menggunakan handpone.
Menjadi pekerjaan rumah bagi yang sudah menjadi orang tua, atau yang akan menjadi orang tua, ketika masih muda mungkin kita melakukan banyak kesalahan ketika mengguanakn handpone, jangan sampai kita wariskan itu kepada generasi, pinta No Ayu menambahkan.
No Ayu mengaku bergerak mempromosikan pariwisata Alor itu jauh sebelum ada 4G di Alor, Mataru belum ada sinyal waktu itu, bahkan hingga kini Lingal belum ada sinyal. Tetapi bagaimana bisa terkenal sekarang, kita bisa ambil gambar lalu cari tempat yang ada sinyal baru posting. No Ayu menaruh harap agar keterbatasan jaringan ienternat yang masih ada di beberapa wilayah di daerah ini tidak mengurangi semangat kita untuk terus mempromosi apa yang kita punya di Alor kepada dunia. *** morisweni