AIKOLI,RADARPANTAR.com-Bupati Alor Drs. Amon Djobo, MAP mengukuhkan 16 kader konservasi yang dididik selama 6 (enam) bulan oleh Thresher Shark Indonesia atau Yayasan Teman Laut Indonesia untum menjadi pemimpin di wilayah konservasi mereka masing-masing. Bupati Alor minta agar kader-kader konservasi ini hadir ditengah masyarakat di wilayah konservasi masing-masing menjadi pendekar menyelamatkan lingkungan pesisir dari berbagai ancaman kerusakan.
16 (enam belas) orang muda yang dididik selama 6 (enam) bulan ini oleh TSI diarahkan untuk mengerjakan projek pengelolaan sampah di kawasan pesisir menjadi barang yang bernilai ekonomi, menanam 1.500 anakan mangorove di sepanjang pesisir pantai Fanating dan pembuatan bahan ajar konservasi yang melibatkan guru-guru SD di Pulau Pura dan Kecamatan Alor Barat Laut.
Yang namanya kader lingkungan itu orang tidak suka karena berhadapan dengan barang-barang yang bauh busuk yang orang tidak suka tetapi tidak boleh kalah dengan tantangan alam. Harus ada motivasi dalam dalam dada apapun yang terjadi jika lingkungan rusak maka adik-adik yang telah dididik ini jadi pendekarnya untuk pulihkan, pinta Djobo setelah mengukuhkan 16 kader konservasi yang difasilitasi melalui pelatihan oleh TSI, di Aikoli Kang, Senin (30/01).
Menurut Djobo, Alor ini daerah kecil tetapi daerah kepulauan. Manusianya bertambah setiap saat tetapi lingkungannya tidak bertambah. Teman-teman lihat saja dahulu di tempat ini (di pesisir Pantai Aikoli) sudah tidak ada orang, di Kota Kalabahi manusia masih ada sedikit tetapi sekarang manusia sudah bertambah banyak. Sekarang sudah mulai diperluas ke Welai, Aikoli, ke Mola dan Mali, kemudian bagian barat itu ke Kenarilang sampai menuju Ampera dan Dulolong. Manusianya bertambah tetapi lingkungan makin sempit.
Teman-teman ini bukan saja soal dididik selama enam bulan di TSI untuk mencintai lingkungan tetapi teman-teman ini pemerhati lingkungan, teman-teman masih muda tetapi dididik untuk melihat lingkungan, yang harus dilihat pertama ini kelayakan lingkungan, kemudian lihat keseimbangan lingkungan, baru melihat apakah lingkungan memiliki kapasitas untuk menampung manusia yang makin berkembang dengan berbagai kebutuhannya atau tidak, pungkas Djobo.
Baru-baru ini pemerintah Kabupaten Alor melalui Bapelitbang terang Djobo, mendesain kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena RTRW 20 tahun lalu itu hanya sampai di Kadelang, Kelurahan Kalabahi Timur. Sekarang tidak hanya di Kadelang tetapi sudah berkembang hingga di Kantor Bupati di Batunirwala, Welai hingga Aikoli. Lalu bagian barat sudah menuju Dulolong, Ampera dan seterusnya.
Dalam pandangannya Djobo, 16 orang yang dididik ini bukan hanya sekedar melihat lingkungan ini ada bersih atau tidak, tetapi apakah dukungan alam di pesisir pantai dengan biota lautnya ini bisa mendukung kehidupan manusia atau tidak, termasuk melihat apakah manusia bisa menjalani kehidupan di suatu kawasan pesisir hingga 10-20 tahun ke depan atau tidak. Jangan sampai kita sama dengan di beberapa daerah di Indonesia yang saat ini dihantam banjir rob, penghuninya harus diungsikan karena rumahnya dihantam gelombang.
Ditambahkan Amon Djobo, apa yang telah dilakukan 16 kader konservasi ini walaupun hal kecil tetapi kerjanya (menanam mangorove, mengolah sampah di laut menjadi barang yang bernilai ekonomis dan masuk sekolah memberikan informasi tentang konservasi bagi anak-anak SD) sangat berguna menjaga keseimbangan lingkungan di pantai dan di gunung yang memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia 10-20 tahun.
“Saya ini jujur, sebenarnya ini harus baru pulang dari Kupang, tetapi karena saya melihat kegiatan hari ini penting sekali, bukan soal 16 orang yang telah dididik, bukan … tetapi dampaknya secara perlahan-lahan, kerja-kerja adik-adik ini memiliki dampak positif bagi kehidupan banyak orang di waktu mendatang. Nilai tambahnya berlipat ganda bagi kehidupan banyak orang,” ungkap Djobo.
Tidak semua orang mau kata Djobo, mau terlibat dalam hal-hal model begini … tidak mungkin, ah! Koq ini pungut sampah yang dipinggir laut … saya tinggal disini (Aikoli) lama, dan itu minta maaf ibu-ibu yang ada duduk ini, sampa dari pembalut perempuan itu yang paling banyak di samping jenis sampah lainnya.
Tetapi demikian Djobo, kalau adik-adik dididik untuk mencintai lingkungan terutama lingkungan di kawasan pesisir dengan memungut sampah di pesisir kemudian diolah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis itu sesuatu yang luar biasa.
Bupati Alor dua periode ini minta agar jangan sampai motivasi, spirit, semangat yang sudah dididik oleh TSI untuk mencintai lingkungan hari ini dikukuhkan dan diberikan piagam penghargaan ini pudar setelah kembali dari tempat ini, karena pekerjaan ini sungguh luar biasa, menyelamatkan pesisir pantai dari ancaman terhadap kehidupan manusia maka .
Bupati Alor menaruh harap agar 16 kader champion ini tidak sekedar menjaga keseimbangan lingkungan dengan kehidupan manusia di suatu kawasan pesisir melalui berbagai aktivitas, tetapi juga harus menyadarkan mereka. “Kakak dorang … kalau kakak dorang hidup di pantai ini, kalau modelnya seperti begini harus bekin abrasi, habis itu tanam juga bakau, kelapa dan macam-macam,” pintanya.
“Orang bilang saya bekin rusak hutan bakau, saya yang tanam di ini pulau kecil paling banyak koq, pigi dan lihat saja to. Hutan bakau berapa ribu hektar yang saya bekin rusak, malah saya tanam tambah lebih banyak dan lebih rapi. Sekitar seribu lebih pohon yang saya tanam disitu, pergi lihat dan foto,” terang Djobo menepis kelompok masyarakat yang menuding bahwa dirinya terlibat dalam kasus pengrusakan mangrove. .
Amon Djobo menegaskan jika membeli tanah dari pemilik tanah yang bersertfikat dari Tahun 2000. Kalau Tahun 2000 sekarang sudah berapa tahun, orang sudah pegang sertfikat selama 20 tahun, saya bukan orang bodok, Saya pelaku lingkungan di ini daerah koq. Orang dulu belum tahu ini lingkungan model bagaimana, saya sendiri pergili pilih itu ban-ban bekas dan bawa pergi kasih tenggelam di laut, sekarang sudah jadi sarang ikan. Habis itu orang belum bekin terumbu karang buatan, saya sudah buat. Setelah saya pindah dari Bapedalda tidak jalan hingga hari ini.
Menurutnya, sebelum ia menghuni tempat di Aikoli, tidak ada satu pun pohon kelapa, ini kelapa yang ada tumbuh sekian banyak ini ada di masa saya semua ini. Kalau kelapa sudah besar begini, sudah berapa tahun saya miliki ini tempat, tanya orang-orang disini, saya yang tanam koq. Lalu saya bekin rusak lingkungan itu dari mana … terumbu karang buatan saja saya bekin … di Wolwal kita buat terumbu karang buatan. Sekarang kakak dorang pergi lihat kalau meting turun, di Matap itu terumbu karang itu hampir naik di bibir pantai Saya yang bekin, lalu saya bekin rusak lingkungan dari mana, termasuk kami buat di Pulau Kefa dan beberapa lagi di Pulau Pura yang sekarang orang Pura letakan bubu (rumah ikan).
Djobo mengaku kawasan pesisir di kampung halamannya di Apuri-Pulau Pura merupakan rute yang dilintasi hiu tikus karena biota lautnya tidak pernah dirusak oleh nelayan dan masyarakat di wilayah itu. “Orang datang pukat disitu saja masyarakat disitu lempar koq bagaimana, kecuali simpan bubu dan pancing boleh,” ujarnya.
Dia mengaku, pemerintah ini tidak sama dengan 16 kader konservasi yang baru dikukuhkan, adik-adik ini pelaku lingkungan untuk bekin ini, bekin itu. Kami ini hanya merencanakan, terus mana yang bisa dibiayai dengan APBD, mana yang diserahkan kepada kecamatan dan desa untuk dikerjakan dengan swadaya masyarakat.
Djobo minta lagi agar 16 anak muda ini tidak boleh patah semangat, semangat menyelamatkan lingkungan tidak boleh hilang. Dimana adik-adik ada disitu, buat sesuatu yang baik untuk lingkungan. Kita harus bekin mujisat, karena kita pulau tersendiri, mujisat itu bukan yang Yesus bekin batu karang menjadi roti itu … bukan! Tetapi kita harus buat sesuatu menjadi bukti, misalnya lingkungan yang tadinya kering kerontang menjadi yang berkat, membuat sesuatu yang menjadi contoh, buat sesuatu hal yang tidak ada menjadi ada … itu yang mujisat. Kalau ada masyarakat yang bekin rusak lingkungan, datangi dan beritahu bapak sudah bekin rusak jadi mari ko kita tanam untuk pulihkan.
Djobo menegaskan jika hal ini memang sulit tetapi kalau adik-adik sudah mengambil keputusan menjadi kader lingkungan, maka harus tegak berdiri.
Beberapa tempat di pesisir, misalnya di Kabir Pulau Pantar yang rentan terhadap ancaman banjir rob akan kita bangun tanggung penahan, tetapi tidak bisa bertahan jika datang banjir rob yang besar karena harus dilindungi dengan tanaman bakau. Karena itu kader-kader konservasi yang dididik ini harus bagi-bagi tugas untuk ada di tengah masyarakat, termasuk di sekolah sejak dini sampaikan informasi tentang pentingnya pemulihan lingkungan, terutama di kawasan pesisir.
Dikatakannya, kalau kita lestarikan alam maka alam pasti ramah dengan kita, tidak ada alam yang kalau kita tidak jaga dan lestarikan dia ramah dengan kita. Itu omong kosong, karena dia juga ada nyawa, dia juga ada mata dan telinga. Hee, kalau hanya datang tinggal-tinggal diatas saya yang namanya tanah, batu karang tetapi tebang-pukul bawa pergi jual tetapi hidupmya tidak dijaga ya sudah to, ombak sedikit naik saya tinggal buka pintu ko dia masuk sudah.
Field Coordinator Thresher Shark Indonesia (Yayasan Teman Laut Indionesia), Yodhikson M. Bang mengatakan tujuan dari program ini adalah memberikan pemberdayaan kepada kelompok pemud-pemudi yang ada di Alor agar bisa menjadi pemimpin untuk memimpin wilayah konservasi di wilayah mereka masing-masing sesuai dengan masalah yang mereka temui.
Sebagai STI kami menaruh harap agar secara perlahan 16 (enam belas) kader konservasi ini dapat mengubah pola pandang masyarakat di wilayah mereka masing-masing tentang upaya konservasi yang nantinya berkontribusi untuk tidak menghilangkan mata pencarian yang ada.
Yhodikson kemudian merinci bahwa 16 (enam belas) kader konservasi yang dididik pihaknya selama 6 (enam) bulan ini tersebar di Kecamatan Alor Barat Laut, Alor Barat Daya, Pulau Pura, Teluk Mutiara, Alor Tengah Utara dan Lembur.
“Hari ini mereka melaporkan hasil proyek selama 6 (enam) bulan kepada pemerintah bahwa program-program yang direncanakan bersama pemerintah, ini hasilnya,” ujarnya sembari menambahkan, memang kita temukan banyak sekali yang harus mereka selesaikan, tetapi mereka tidak bisa berjalan sendiri, karena itu butuh suport dari pemerintah dalam hal monitoring atau membantu untuk merencanakan lagi program yang baru agar mereka tetapi eksis di Alor sebagai kader konservasi laut.
Menurut Yhodikson, hari ini mereka dikukuhkan tetapi bukan berarti bahwa tugas mereka sudah selesai, mereka akan terus mengedukasi masyarakat, mereka akan terus menjadi kader untuk mengajak anak-anak muda untuk berkontribusi mengedukasi masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, berkontribusi kecil untuk Alor. *** morisweni