WOLWAL,RADARPANTAR.com-Keluarga korban warga sipil yang babak belur dihajar tiga oknum anggota TNI Angkatan Darat di Kodim 1622 Alor ngotot menempu jalur hukum. Laporan di Detasemen Polisi Militer Kupang sudah dibuat keluarga di Kupang. Hari ini, korban dan keluarga dari Alor bergerak menuju Kupang untuk pemeriksaan korban sesuai permintaan Detasemen PM Kupang.
Prosesnya sudah kami laporkan di Detasemen PM di Kupang dan prosesnya itu sementara berjalan. Besok (hari ini) korban dan beberapa anggota keluarga ke Kupang karena pihak Detasemen PM Kupang minta untuk pemeriksaan korban, kata salah satu keluarga dekat korban, Erwin Steven Padademang kepada media ini di Wolwal, Desa Wolwal, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Senin (06/02/2025).
Jadi, kami sebagai keluarga menghargai TNI sebagai institusi negara. Kami sangat menghargai TNI yang tugasnya adalah melindungi rakyat sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2024, ungkap Erwin yang juga Wakil Ketua Partai GERINDRA Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Dijelaskan Erwin, kami menganggap bahwa teman-teman TNI ini mengerti tugas pokok dan fungsinya sebagai TNI, seharusnya ada persoalan di masyarakat sipil, anggota TNI berkoordinasi dengan aparat kepolisian yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban di dalam negeri.
Salah satu keluarga dekat korban, Erwin Steven Padademang bersama korban saat ditemui di kediaman korban di perkampung Wolwal, Desa Wolwal, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor:FOTO:MW/RP
Menurut Erwin, adiknya Jhoni yang menjadi korban penganiayaan tiga oknum anggota TNI sebenarnya tidak ada masalah lagi. Pernah ada masalah dengan tetangganya Absalon Liubang tetapi di kepolisian sudah selesai.
Soal laporan polisi tentang pengrusakan itu terang Erwin, setelah kami cek di piket Polres Alor mereka mendatangi TKP. Tetapi dari TKP, polisi mendapatkan informasi dari anak-anak Absalon jika tidak ada yang rusak sebagaimana yang dilaporkan Absalon, sehingga polisi minta pada waktu itu kepada RT/RW untuk selesaikan secara kekeluargaan.
Tetapi tiba-tiba adik kami diculik. Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh oknum anggota TNI bahwa tindakan ini harus kami proses. Kita harus menjadikan hukum sebagai panglima, sebagai masyarakat kami akan menyelesaikan persoalan ini melalui jalur hukum dan prosesnya sedang berjalan, ujarnya.
Erwin menyebut prilaku tiga oknum anggota TNI di KODIM 1622 Alor terhadap korban ini seperti penculikan. Karena setelah mereka pukul, cekik batang leher lalu bawa lewat belakang rumah Absalon. Karena di jalan itukan ada Bapak RT/RW, istri korban dan beberapa tetangga yang duduk di depan jalan bisa mengetahui. Tetapi karena tiga oknum anggota TNI ini ambil korban terus bawa lewat belakang sehingga kami menganggap seperti penculikan.
Sementara itu korban penganiyaan tiga oknum anggota TNI di Kodim 1622 Alor, Jhoni Kaleb Lakarol saat ditemui media ini di perkambungan Wolwal, Desa Wolwal, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Senin (06.02/2025) mencertiterakan kronologis atas kisah pilu yang dialaminya.
Jhoni yang sudah mulai membaik ini mengisahkan, pada tanggal 12 Desember 2024 malam ia memalang jalan setapak. Jalan itu bapak mantu punya tanah baru mereka pakai buka jalan setapak. Tetapi, ada acara di kediaman bapak mantu, pihak-pihak yang diatas tidak pernah turun bantu.
Makanya saya ambil jalan saya palang jalan. Om Absalon Liubang pulang kerja dia langsung ambil bambu yang saya pakai palang jalan buang semua. Jadi saya tegur kenapa lu angkat buang, dia balas saya … saya sedikit emosi saya angkat parang saya bentak saja … saya tidak sampai pakai kejar, tetapi dia (Absalon) jalan tinggalkan motor.
Malam itu juga demikian Jhoni, ia bersama istrinya mendatangi kediaman Absalon dan meminta maaf kepada Absalon dan istrinya. “Waktu saya naik itu orang TLM semua ada penuh … saya minta permisi saya masuk, saya minta maaf dengan bapak tua (Absalon). Bapak Absalon punya istri sempat marah saya … saya bilang, mama saya minta maaf karena saya ada mabok. Saya berdiri sekitar 1 menit terus saya bilang … bapak, saya sudah minta maaf jadi bapak ijin saya punya maaf ko tidak … dia (Absalon) bilang tidak apa-apa jadi pulang sudah,”.
Keesokan harinya, tanggal 13 Desember 2024 Jhoni (korban) bersama istrinya yang sedang mengadung anak ketiga pulang kampung di Wolwal, Kecamatan Alor Barat Daya.
Selanjutnya baru pada tanggal 1 Januari 2025, korban dan istri ke Kalabahi. Tiba di kediamannya di Kalabahi, korban dipanggil Ketua RT setempat Yakob Karsang dan mengatakan jika Absalon ‘ada turun lapor’. Saya (korban) bilang tidak apa-apa. Kalau saya tidak pernah minta maaf dengan dia baru dia lapor lagi tidak apa-apa.
Tanggal 2 Januari 2025 pagi, ipar korban memanaskan sepeda motor di depan jalan setapak. Absalon turun langsung bilang, saya mau langsung ke polisi karena saya lapor di RT/RW tidak ada tanggapan. Tidak apa-apa, adik saya tidak pernah naik minta maaf tidak apa-apa, tetapi kalau adik saya naik minta maaf baru mau lapor silakan, kata korban meniru iparnya.
Jhoni (korban) mengaku melampiaskan rasa ketidak puasan atas prilaku Absalon ini dengan keluar rumah dan ojek. Karena ada kawan yang ajak minum sehingga ia juga minum. Pulang ke kediamannya pada malam hari Jhoni (korban) lalu gas motor menuju kediaman Absalon. “Kamu mau minta maaf yang bagaimana. Saya emosi ini yang saya tendang dia pung pintu rumah. RT/RW langsung ambil saya turun duduk di pinggir jalan. Ternyata anaknya yang didalam telpon bapaknya Abaslon karena waktu itu Absalon tidak ada di rumah. Absalon dan istrinya langsung ke polisi. Mereka lapor atas nama kerusakan. Polisi turun TKP tidak ada yang rusak. Jadi polisi satu Dalmas turun ke rumahnya pak RW omong sama Pak RW dan RT … masalah ini tidak ada kerusakan jadi bapak RW/RT harus urus secepat mungkin,” ungkap Jhoni (korban).
Setelah Dalmas kembali, Jhoni (korban) mendatangi kediaman Absalon untuk selamatan tahun baru. Tiba di rumah Absalon, Jhoni mengetuk pintu beberapa kali tetapi tidak ada yang membukakan pintu sehingga korban keluar dan berdiri di setapak depan rumah Absalon.
“Tiba-tiba langsung dipukul, langsung diceke batang leher, langsung dihela (tarik) bukan ikut jalan tetapi ikut hutan. Terakhir saya sadar itu kunyadu saya datang jemput saya. Langsung malam itu juga dengan luka-luka begitu kita ke polisi dan minta visum. Bapak polisi dorang bilang tidak bisa. Ini barang tentara yang su ini jadi kamu harus pergi lapor di tentara,” terangnya.
Merasa tidak puas, sekitar Pukul 00.00 malam, Jhoni dan ipranya (kunyadu) ke rumah dinas panggil Dandim, ketuk-ketuk tidak buka. Saya sudah lemas, saya tidur di situ jadi nyadu kasian saya jadi dia bilang naik motor kita pulang, ujarnya.
Paginya, tanggal 3 Januari 2024 baru korban ke Makodim untuk melaporkan pristiwa naas yang dialaminya.
Dalam pertemuan di Makodim demikian korban, para pelaku mengaku memukulnya dengan menggunakan sandal carvil. “Saya heran, masa sandal carvil koq gigi saya jatuh,”.
Setahu saya mereka tendang dengan boneng, waktu saya guling mereka tendang. Di Kodim mereka suruh saya guling-guling, pukul pakai kabel. Tendang sampai gigi saya jatuh saya tidak rasa.
Mereka tidak sampaikan saya ini ada masalah apa, mereka datang langsung pukul saja. Pukul cekik batang leher langsung hela ke hutan situ naik langsung naik diatas motor.
Saya tidak ada masalah dengan tentara yang pukul saya. Mereka datang pukul, cekik dan hela saya bawa jalan itu di rumah Absalon Liubang. Tiba-tiba saja tiga omnum anggota TNI itu ada di situ pukul saya, cekik batang leher dan hela bawa jalan, ungkap korban menambahkan.
Awalnya saya tidak bisa tidur, mulut tidak bisa buka, mata tidak bisa buka, semua tertutup habis, kisahnya.
Yang lacur, surat pernyataan perdamaian antara Absalon dan Jhoni (korban) penganiayaan tiga oknum anggota TNI yang dibuat di Kodim itu tidak diketahui isinya oleh korban.
Surat pernyataan saya tidak tahu, mata posisi masih tertutup mereka turun suruh saya tanda tangan jadi saya tanda tangan. Saya tidak tau isi isi surat pernyataan itu seperti apa. Mereka tidak baca supaya saya dengar. Mereka hanya suruh saya tanda tangan.
Ketika di dalam ruangan Dandim, Pak Dandim tanya saya, Om Jhoni kronologis pertamanya apa. Jadi, saya ceriterakan semua. Pak Dandim bilang, sekarang Om Jhoni punya muka sudah kaya begini. Kira-kira berapa minggu sakitnya ini hilang atau sembuh. Saya bilang, Bapak mungkin satu minggu. Jadi, bapak tua bilang biasa Om Jhoni ojek satu hari dapat berepa … saya bilang Rp. 70 ribu. Makanya Pak Dandim kasih saya uang Rp. 500 ribu.
Untuk diketahui, korban penganiayaan tiga oknum anggota TNI AD terhadap Jhoni mengundang simpatik publik. Di kediaman korban di Wolwal, warga penuh sesak memenuhi kediaman korban. Mereka datang untuk menjenguk korban sembari memberikan kekuatan kepada korban dan keluarga agar tetap kuat menghadapi masalah ini.
Pj. Bupati Alor DR. Zet Sony LIbing, M.SI, Bupati Alor terpilih Iskandar Lakamau, SH, M.SI bersama pimpinan DPRD Alor saat berada di kediaman korban di perkampungan Wolwal. FOTO:MW/RP
Tak hanya warga, Pj Bupati Alor DR. Zet Sony Libing, M.SI bersama tiga pimpinan DPRD Alor dan Bupati Alor terpilih Iskandar Lakamau, SH, M.SI juga berkesempatan menjenguk korban di perkampungan Wolwal, Senin (06/02/2025). *** morisweni