Kajati NTT Soal Penanganan Dugaan Korupsi Dana Desa, Utamakan Pembinaan Terhadap Kepala Desa

Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Zet Tadung Allo, SH, MH. FOTO:kejaksaan.go.id
Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Zet Tadung Allo, SH, MH. FOTO:kejaksaan.go.id

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Ini penegasan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Zet Tadung Allo, SH, MH terkait penanganan dugaan tindak pidana korupsi dana desa.  Tadung Allo mengingatkan jajarannya untuk mengutamakan pembinaan terhadap Kepala Desa yang diduga terlibat masalah dana desa.  

Penegasan orang nomor satu di Kejaksaan Tinggi NTT ini disampaikan melalui sebuah TikTok berdurasi 02.24 menit, viral di sosial media.   

Bacaan Lainnya

Kaitannya dengan dana desa, ini saya sampaikan, dana desa ini kalau ada Kepala Desa yang terlibat maka pertama itu yang kita kedepankan itu pencegahan, pembinaan, karena desa ini Kepala Desanya merupakan asetnya masyarakat, sebut Tadung Allo.

“Kalau mereka salah, boleh saja.  Kalau dia jahat … itu yang perlu diperbaiki. Kalau salah itu semua pemerintahan pasti ada kesalahan. Kalau ada pemborosan masih bisa dikembalikan,” ujar Tadung Allo sembari mengingatkan, memilih Kepala Desa itu tidak muda, bisa berpotensi konflik kalau semena-mena untuk hadir dengan kaca mata kuda, dia harus mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dengan penegakan hukum.  

Dijelaskan Tadung Allo, desa itu tidak muda memilih Kepala Desa, itu dipilih oleh rakyat, sehingga kalau Kepala Desa hanya karena Rp. 100 Juta … Rp. 200 Juta, kalau masih bisa dikembalikan ..  kembalikan. Kalau masih bisa dibina … dibina. Lebih bagus memenjarakan orang atau dibina.   Saya sepakat dibina, karena manusia itu pada hakikatnya bisa keliru. Mungkin juga tidak pakai kaca mata kuda, setiap orang yang salah penjara.

Menurut dia,  biaya penyidikan hingga exekusi itu Rp. 300 Juta. Dalam konteks inikan kita harus berpikir,  mana yang paling bijaksana kita tempu, apakah jalur pidana memenjarakan orang lalu kita harus ke pengadilan segala macam memanggil saksi-saksi, sementara pemulihannya tidak    ada juga . Seperti itu kira-kira, penegakan hukum yang hukanis dan bijaksana  untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi demikian Tadung Allo,  tentunya ada prioritas karena setiap Kejaksaan Negeri punya anggaran maksimal tiga perkara, tetapi tidak menutup kemungkinan bisa lebih dari tiga perkara, kemudian sumber daya manusia juga terbatas sehingga kita semua memastikan agar kualitas penanganan perkara itu tidak ada yang bebas di pengadilan.  

Menariknya, apa yang menjadi penegasan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT ini sama dengan harapan  Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Alor Imanuel Djobo sebagaimana dikutip warta alor.com.   

Djobo ketika diminta tanggapan mengenai sikap Camat   Alor Tengah Utara, Sabdi E Makanlehi yang melaporkan 14 Kepala Desa (Kades) ke Kejaksaan negeri Alor, meny menyayangkan laporan camat itu  dan menyebutnya sebagai  keputusan yang sangat gegabah.

Senada dengan penegasan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT untuk mengutamakan pembinaan terhadap Kepala Desa jika ada masalah dalam pengelolaan dana desa, Kadis PMD Alor mengatakan, sesuai ketentuan, salah satu tugas atributif camat yang melekat adalah pembinaan, penyelenggaraan dan pemerintahan desa yang didalamnya termasuk mengawasi pelaksanaan anggaran desa.

Jika  dalam pelaksanaan anggaran desa demikian Imanuel Djobo,  ditemukan indikasi penyimpangan yang dilakukan kepala desa, camat tidak boleh langsung melaporkan ke APH, tetapi lapor terlebih dahulu ke atasan secara berjenjang.

“Itu hak dia melapor, tetapi dari sisi etika pemerintahan, seharusnya dia lapor dulu ke atasan secara berjenjang. Karena bapa camat itu punya atasan dalam hal ini bupati dan wakil bupati. Karena itu dia melaporkan secara berjenjang baru pembina (bupati dan wakil bupati) memutuskan seperti apa,” ungkap Imanuel Djobo kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa, (30/9/25) pagi.

Kadis Imanuel menegaskan, sehubungan dengan laporan Camat ATU tersebut, pihak dinas PMD juga sudah diundang kejaksaan untuk dimintai klarifikasi, dan pihak dinas PMD sudah melakukan klarifikasi.

“Kami tidak bisa menyimpulkan laporan tersebut ada indikasi atau tidak sebab itu kewenangan APH. Kalau hasil pemeriksaan nanti terbukti ada penyalahgunaan dana desa silahkan diproses hukum,” ungkapnya.

Ketika disinggung bahwa dari 14 kades yang dilaporkan ada diantara yang mengeluh karena harus bolak-balik APH untuk dimintai keterangan. Hal ini menggangu tugas pelayanan pemerintahan oleh kepala desa di desanya. Kadis PMD Imanuel Djobo menandaskan, memang sudah seperti itu. Menurutnya, program desa tidak bisa berjalan efektif karena kepala desa terpaksa harus berkonsentrasi juga pada proses hukum di APH yang ia hadapi.

“Karena ini kita sudah diakhir tahun, kita berharap progres serapan dana desa sampai dengan bulan Desember nanti bisa mencapai 100 persen. Agar supaya program-program yang dikerjakan bisa memberikan dampak bagi masyarakat,” ungkap Imanuel Djobo.

Meskipun demikian, lanjut Imanuel, sebagai warga negara yang baik para kades juga harus memenuhi panggilan APH.

“Tinggal sekarang bagaimana mereka bisa mengsiasati agar itu tidak menggangu program di desa,” tandasnya.

Dari laporan camat ATU ini, Kadis PMD Imanuel Djobo mengharapkan kepada camat yang lain agar kedepan kejadian seperti ini jangan lagi terjadi. Menurutnya, dalam pemerintahan ini kita harus mengedepankan etika. Sebab pemerintahan yang tidak mengedepankan etika akan terjadi kesewenang-wenangan.

“Karena itu ketika kita bekerja dalam sebuah sistem pemerintahan, kita harus tahu bahwa ada atasan dan ada bawahan. Sehingga harusnya kita kedepankan etika, supaya setiap persoalan yang terjadi itu bisa diselesaikan dengan baik. Kalau kita tidak kedepankan etika itu, seakan-akan terkesan ada kesewenang-wenangan dan pelampauan kewenangan,” ungkap Imanuel Djobo.  *** morisweni

Pos terkait