Di Alor, Asistensi APBDes 2025 Dikembalikan ke Dinas PMD

Salah satu tenaga ahli dana desa Kabupaten Alor Machris Mau sedang memimpin asistensi APBDes yang dipusatkan di Aula Dinas PMD setempat, Jumat (24/1/2025). FOTO:MW/RP
Salah satu tenaga ahli dana desa Kabupaten Alor Machris Mau sedang memimpin asistensi APBDes yang dipusatkan di Aula Dinas PMD setempat, Jumat (24/1/2025). FOTO:MW/RP

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Di Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Asistensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2025 dikembalikan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Di PMD asistensi APBDes dilakukan tim komplit yang melibatkan tenaga ahli dana desa, Irda, Badan Pendapatan, Dinas Keuangan dan Aset, PMD, Dimas Pekerjaan Umum dan Bagian Hukum Setda.

Sebenarnya asistensi APBDes itu dari dulu dilaksanakan di Kabupaten. Tetapi sejak 3 atau 4 tahun terakhir ini memang didelegasikan kepada camat sesuai Permendagri Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Di aturan itu dijelaskan bahwa pelaksanaan evaluasi APBDes dapat didelegasikan kepada camat. Karena itu pada 3 atau 4 tahun silam itu dibuat suatu surat kepada camat dimana bupati mendelegasikan kepada camat untuk melaksanakan asistensi, sebut Kepala Dinas PMD Kabupaten Alor Drs. Imanuel Djobo menjawab media ini di Ruang Kerjanya, Jumat (24/01/2025).  

Bacaan Lainnya

Ternyata berdasarkan hasil evaluasi pihaknya demikian Djobo, dari sisi afektifitas dan efisiensi tidak pas. Efektif dari sisi substansi isi dari APBDes. Karena harus kita akui bahwa sumber daya kita di kecamatan juga masih sangat terbatas.

Dijelaskannya, dari  sisi efisiensi waktu juga tidak sering tepat waktu. Karena setelah 4 tahun pelaksanaan di kecamatan maka delegasi itu kemudian diambil kembali oleh kami, kami laksanakan kembali asistensi di kabupaten tahun ini.

Kepala Dinas PMD Kabupaten Alor Drs. Imanuel Djobo, M.SI. FOTO:MW/RP

Pelaksanaan asistensi APBDes di kabupaten ini juga bukan hanya dilakukan oleh Dinas PMD sendiri tetapi melibatkan banyak OPD terkait seperti Inspektorat Daerah (Irda), Badan Keuangan dan Aset, Badan Pendapatan,  Dinas PU, Bagian Hukum Setda, teman-teman tenaga ahli, ujar anak tunggal mantan Bupati Alor Drs. Jeck Djobo.

Jadi, sebenarnya ini bukan hal baru, sudah dilaksanakan. Hanya selama 3-4 tahun terakhir ini didelegasikan kepada camat  dan tahun ini (2025) kami ambil kembali delegasi untuk kami laksanakan supaya lebih efektif dan efisien saja, ungkapnya menambahkan.  

El Djobo demikian Imaniel Djobo biasa disapa mengaku tidak ada maksud-maksud lain. Sebenarnya maksud-maksud lain itu sudah termasuk dalam efisiensi dan efektifitas itu.  

Dijelaskannya, meskipun asistensi APBDes di Kabupaten Alor ini dilaksanakan di kabupaten, tetapi pra asistensinya tetap dilaksanakan di kecamatan. Dan itu sudah dilaksanakan di semua kecamatan yang ada di daerah ini.  

Tim asistensi APBDes dalam satu sesi foto bersama para kepala desa serius melakukan asistensi APBDes. FOTO:MW/RP

Berkaitan dengan surat pengantar yang dikeluarkan oleh camat menurut Djobo, ini sebenarnya merupakan bagian dari pada proses pengawasan  dan pengendalian pemerintahan sebenarnya. Karena salah satu tugas camat itukan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa, salah satunya pengelolaan keuangan desa.  

“Dana Desa ini hanya salah satu komponen dari keuangan desa. Ada banyak komponen-komponen lain dan itu tugas camat untuk melakukan evaluasi dan pengawasan. Salah satunya melalui surat pengantar,” ujar Djobo.

Tetapi  tambah Djobo,  surat pengantar camat untuk tahapan pencairan keuangan itu bukan alat sandra. Itu merupakan bagian dari pada pengawasan dari camat. Bukan menjadi alat sandra.  

Menjawab pertanyaan media ini soal rumor jika ada camat yang mempersulit desa mengeluarkan surat pengantar pencairan dana desa El Djobo tak mengelak.  Yaaa … betuuul, tetapi itukan  sifatnya hanya insidentil … tidak semua camat. Banyak koq camat-camat yang bagus. Tetapi ada camat yang kemudian mungkin salah mengintepretasi pengantar itu sehingga kemudian pengantar itu menjadi salah satu posisi tawar dari camat.

Tetapi dari kecamatan-kecamatan yang ada tambah Djobo, rata-rata 90 % saya nilai bagus. Karena dengan adanya pengantar itu proses pengawasan dan pengendalian dari camat juga berjalan baik.  Meskipun semua proses itu dapat diawasi secara baik, masih ada cela-cela yang masih bisa dimanfaatkan tetapi minimal desa yang mengelola dana demikian besar merasa kalau mereka diawasi secara berjenjang dari kecamatan hingga kabupaten.  

Menurutnya. asistensi dilaksanakan selama 3 (tiga) hari yakni 22-24 Januari 2025. Pelaksanaan asistensi APBDes ini juga betul-betul melihat hal-hal yang terjadi di kecamatan selama ini dan diharapkan tidak terjadi lagi setelah asistensi dialihkan ke  kabupaten. Misalnya, apakah teman-teman Irda nanti melihat apakah ada kemungkinan terjadinya selisih harga   atau mark up harga. Kalau ada yang kira-kira tidak masuk akan maka menjadi tanggung jawab Irda.  

Dari Badan Pendapatan misalnya melihat restribusi galian C non mineral yang selama ini tidak disetor oleh banyak desa. Ada desa yang tidak setor dari tahun 2020 hingga sekarang tidak setor pajak restribusi galian C.

Dari Bagian Hukum melihat postur APBDesnya itu betul atau tidak. Sedangkan teman-teman TA dan kami di PMD itu melihat kode rekening. Jangan sampai kegiatan yang desa masukan dalam APBDes ternyata salah kode rekeningnya, tidak bisa diposting. Itu harus dicek secara baik.  

Dari Badan Keuangan dan Aset melihat khusus tentang ADD yang berkaitan dengan SILTAP dan insentif Kepala Desa, Perangkat Desa, Dusun hingga RT/RW.  

Kita bersyukur tahun ini insentif BPD naik. Kita harapkan dengan adanya kenaikan ini BPD juga kita setarakan haknya seperti kepala desa. Misalnya, kalau pemerintah desa dapat asuransi kecelakaan dan kematian maka dengan adanya kenaikan insentif ini BPD juga tahun ini sudah kita terapkan.  Kita sementara siapkan regulasinya karena anggarannya sudah tersedia.  

Kades Bunga Bali, Kecamatan Pantar Timur, Rehabeam Klaping seperti dikutip seputar-ntt.com mengatakan  asistensi di tingkat kabupaten lebih efektif bila dilihat dari berbagai aspek.

“Salah satunya terkait usulan program. Di kabupaten, semua ikut mendampingi sehingga setiap usulan bisa terakomodir ketika mal aplikasinya dipasang. Kalaupun rubah juga hanya pada nomenklaturnya saja,” kata Klaping ketika diminta tanggapan soal asistensi yang dialihkan ke kabupaten. 

Menurutnya, hal ini berbeda ketika asistensi masih dilakukan di tingkat kecamatan,.

“Disana belum pasti karena pada saat asistensi mereka cuma setuju saja. Sampai di kabupaten, banyak usulan program yang tidak masuk karena tidak sesuai dengan system dalam aplikasi,” ungkap Rehabeam.

Selain itu, sambung Klaping, evaluasi/asistensi yang langsung ditingkat kabupaten juga sangat membantu dalam hal anggaran, waktu dan tenaga. “Kita tidak perlu print dokumen berulang kali, harus bolak balik dan sebagainya,” kata Kades Bunga Bali.

Kepala Bidang Pemerintah Desa Robi Manikita, S.Sos sedang memimpin asistensi APBDes di Aula Dinas PMD Kabupaten Alor, Jumat (24/01/2025). FOTO:MW/RP

Kades Maritaing, Kecamatan Alor Timur Marianus Mautorin juga senada dengan Klaping, Menurut  Marianus Mautorin, asistensi ditingkat kecamatan juga sebenarnya bagus, hanya saja masih terdapat kekurangan.

“Misalnya setelah dari kecamatan ke kabupaten ada item yang harus ditambahkan atau dikurangi. Maka kalau dilihat dari segi efektif dan efisiensinya tentu masih kurang,” ujar Marianus.

Dijelaskan Marianus,  prioritas pembangunan dana desa setiap tahun memang selalu berubah, maka dengan asistensi di tingkat kabupaten mereka pun langsung mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan dalam penyusunan program.

“Jelas ini sangat mempermudah kami di desa. Kami banyak tertolong ketika asistensinya di kabupaten, ada penghematan seperti di biaya ATK dan lainnya,” sambung Kades Maritaing.

Sedangkan  Kades Padang Panjang, Ayub Padaleti mengungkapkan bahwa  selama ini asistensi yang dilakukan di kecamatan itu sangat ribet urusannya.

“Contoh dari segi biaya. Asistensi di kecamatan juga menggunakan APBDes. Namun setelah penetapan disana kemudian dibawa ke kabupaten ternyata terjadi perubahan. Maka saya menduga mereka belum memahami pos mana yang bisa didanai oleh dana desa,” kata Padaleti.

Marianus menduga ada pungutan-pungutan dari kecamatan untuk keperluan asistensi sebelum memposting APBDes.

“Ini tidak dibenarkan karena kami ini bukan pesulap, atau bank yang punya uang. Kami hanya pelaksana program saja sehingga tidak ada biaya yang kami siasati untuk kasi ke kecamatan,” beber Ayub.

Menurutnya, banyak kades yang tidak memahami pos-pos pengeluaran yang pada akhirnya nanti bisa berdampak hukum.

“Maka saya berkesimpulan kalau asistensi di kabupaten ini lebih baik dan harus terus dilakukan setiap tahun karena sudah ada kriteria penilaian dari tenaga ahli kabupaten. Kami yang berada di wilayah yang jauh banyak terbantu mulai dari biaya, waktu dan lainnya,” tandas Padaleti.

Sementara itu Kepala Desa Boweli, Kecamatan Pantar, Jhon Robinson Waang, SH mengaku asistensi APBDes yang dilakukan di kabupaten ini tidak ribet karena kami berhadapan langsung dengan tim asistensi dari OPD terkait sehingga ketika ada kesulitan yang kami hadapi, kami tanya langsung dan dirubah dalam aplikasi saat itu juga.

Berbeda dengan di kecamatan, jika ada kesulitan yang kami lakukan dalam asistensi maka harus disampaikan ke kabupaten atau ke Kalabahi baru bisa diselesaikan, ungkapnya.

Menurut Waang, asistensi yang dilakukan selama ini di kecamatan hanya didampingi oleh pendamping desa, pendamping kecamatan dan pihak kecamatan sehingga kalau ditemukan kesulitam maka harus menuju kalabahi untuk dicarikan solusi. Sedangkan di kabupaten, kami mendapatkan kemudahan karena tim asistensi sangat komplit sehingga ada kesulitan, kami tanya langsung dan rubah.  *** morisweni

Pos terkait