KALABAHI,RADARPANTAR.com-Yayasan Abdi Mulia Sejahtera (AMS) yang bermitra dengan Badan Gizi Nasional pengelola dapur Makan Bergisi Gratis (MBG) di Kadelang Kelurahan Kalabahi Tengah akhirnya membayar hutang Ibu Wahyu sebesar Rp. 519 Juta. Yang menarik, hutang yang sebelumnya dikomplein Ketua Yayasan AMS Muliawan Djawa dalam semua jumpa pers dengan pekerja media ini dilunasi setelah Ibu Wahyu melayangkan pengaduan ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT). Meski demikian, urusan Yayasan AMS dengan mantan bendahara Yayasan AMS Aisyah Bahwers makin memanas. Selain minta Polres Alor profesional menindak lanjuti pengaduan yang telah ia sampaikan, Aisyah Bahwres bersama suami dilaporkan akan menggiring Muliawan Jawa atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik ke Polres Alor.
Menyangkut dengan perihal pemberhentian saya sebagai supplier, informasi dari Ketua Yayasan itu posisi Yayasan di dalam program MBG adalah sebagai penyedia fasilitas berupa tanah bangunan dan peralatan operasional yang di dalam pelaksanaannya Yayasan menempatkan satu orang perwakilan untuk membantu kepala SPPG dalam fungsi koordinasi bersama Yayasan. Ini perlu saya tanggapi disini yaitu menyangkut dengan fasilitas berupa tanah bangunan peralatan, memang ini ada jadi polemik antara saya dengan yayasan yaitu menyangkut dengan fasilitas sebagian besar daripada bangunan dan peralatan itu milik saya dan sampai hari ini saya belum pernah mendapat bagian dari pada anggaran sewa. Padahal ada anggarannya, sebut Aisyah dalam jumpa pers menanggapi berita media yang disampaikan Ketua Yayasan AMS Muliawan Jawa dalam jumpa pers dengan pekerja media di Kalabahi belum lama berselang.
Soal bangunan dan peralatan ini demikian Aisyah, sudah pernah terjadi kejadian yang mana kemarin teman-teman media juga sudah meliput kejadian yang ada di dapur, dan sempat viral itu karena menyangkut dengan peralatan dan aset peralatan saya yang diminta untuk diambil tetapi tidak bisa mengambil. Saya hanya mau kasih tahu kalau yang dibicarakan tentang fasilitas itu bagian dari aset pribadi saya yang sampai hari ini saya belum pernah mendapat bagian.
Selanjutnya keterangan Ketua Yayasan soal jika pengurus yayasan melakukan fungsi supplier adalah pekerjaan pribadi bukan pekerjaannya Yayasan, Aisyah mengaku betul jika kemarin itu ia jadi supplier itu bukan menjadi bagian dari bendahara Yayasan tapi menjadi supplier itu adalah bagian daripada pribadi yang juga seorang pengusaha. Saya punya perusahaan ada ijin usaha dan dasar dari pada izin usaha itu saya bekerja sama dengan SPPG dan sebagai supplier. Saya merasa tidak puas karena saya ini bukan supplier yang hanya asal ditunjuk tetapi saya ini diminta sebagai suplayer resmi, yang mana nama saya dan izin usaha saya itu terdaftar di portal BGN dan terdaftar juga di statistik.
Ini suasana Jumpa Pers yang berlangsung di kediaman Aisyah Bahweres. FOTO: OM MO/RP
Jadi, hari ini kalau saya diberhentikan dari suplayer dengan tidak hormat karena tidak pernah saya dikasih alasan apapun kesalahan apapun tidak pernah dikasih, baik itu secara tulis dan secara tulisan. Saya sudah pernah bertanya kepada Ketua Yayasan dan SPPG tetapi tidak ada yang mau menjelaskan alasan apa saya diberhentikan. Dan yang pasti saya merasa rugi karena nama saya yang terdaftar tetapi belum ada surat resmi diberhentikan terus hari ini orang lain yang menjadi suplayer.
Menyangkut dengan keputusan kepala satuan dalam pemberhentiannya sebagai supplier tunggal pada SPPG Kalabahi Timur juga menurut Muliawan tentu berdasarkan penilaian hak yang melekat kepada satuan, Aisyah menjelaskan, SPPG punya wewenang penuh tetapi SPPG ini juga bagian dari perpanjangan tangan BGN yang mana harusnya bekerja sesuai prosedur, tetapi hari ini SPPG lebih semena-semena karena tanpa prosedur SPPG hanya melakukan tindakan sepihak.
Terkait pemberhentian dirinya dalam pekerjaan pribadi sebagai suplayer pada SPPG yayasan memandang hal tersebut adalah langkah penyelamatan bijaksana yang dilakukan kepala SPPG menyusul selalu ada laporan kepada yayasan perihal kerja tidak profesional yang berpotensi mengancam keberlangsungan program MBG sebagaimana yang disebutkan Muliawan, Aisyah mengaku kalau melihat pernyataan ini ya Jujur saja, saya merasa sedih. Saya merasa sedih Itu karena diawal sebelum ada uang muka, sebelum ada juknis saya yang diminta, SPPG berharap, Ketua Yayasan juga berharap untuk saya membantu. Dan memang waktu itu tidak ada, tidak ada satu orang pun yang mau membantu atas nama suplayer karena waktu itu belum ada uang dan mereka tidak mau kasih utang.
Dijelaskannya, pada sautu hari SPPG dan Ketua Yayasan mendatanginya di kediaman pribadi dan memintanya sebagai supplier. Dan kalau sekarang ini sepertinya karena sudah ada uang terus saya ini diperlakukan seperti orang bermasalah yang ketua tadi bilang program ini terancam karena saya sebagai suplayer, padahal saya cukup sangat membantu program ini. Dimana dari awal program ini belum terbentuk Juknis, belum ada uang saya yang susah payah mencari uang, mencari pinjaman untuk bagaimana program ini harus jalan.
Dan hari ini Ketua Yayasan menyampaikan kalau saya ini orang bermasalah yang berpotensi mengancam program ini jadi itu sangat luar biasa dan sangat tidak manusiawi, pungkasnya.
Diceriterakan Aisyah, kala itu belum ada transferan uang dari BGN, kita Yayasan juga tidak punya modal maka saya yang dipakai oleh Yayasan sebagai pencari hutang. Waktu itu begitu tanggal 9 Maret uang muka belum ada. Nah, sekarang bagaimana SPPG mau menjalankan program tanpa uang. Katanya mereka juga sudah berupaya mencari supplier yang mau membantu hutang tetapi tidak mendapatkan. Malah mereka, SPPG dan Ketua Yayasan datang di rumah saya untuk meminta saya dan memohon saya harus berupaya dan harus bantu.
Menurut Yayasan dan SPPG kalau saya tidak bantu untuk menjadi suplayer program ini pasti macet. Karena kalau saya yang jadi supplier sudah pasti kan hutang. Saya mau menerima hutang. Jadi kapan ada uang pencairan baru saya dibayarkan. Keesokan harinya lagi SPPG datang sendiri di rumah saya, meminta saya karena program ini waktu running di tanggal 17 Februari itu saya yang menjalankan maka SPPG meminta saya untuk mama tolong bantu saya karena saya ini belum punya pengalaman.
Selama ini Mama yang jalankan maka Mama jangan lepas tangan. Mama tolong saya bantu sama-sama untuk bertanggung jawab terhadap program ini supaya bisa berjalan baik dan lancar, kata Ketua SPPG di dapur Kadelang Ayub Sulaiman.
Soal ancaman yang selalu dilontarkannya untuk menutup dapur SPPG, bahasa ini yang selalu dia pakai untuk mengintimidasi kepala satuan dan akuntan seperti kata Muliawan, Aisyah mengaku kalau mengancam itu ya saya tidak tau, apa itu bahasa mengancam atau tidak tetapi dengan perlakuan begitu ada uang, perlakuan yang saya dapat itu berbalik 1000 %.
Aiswah Bahweres sedang menunjukan beberapa dokumen keuangan yayasan AMS yang menjadi tanggung jawab pengelolaannya semasa menjadi bendahara yayasan. FOTO: OM MO/RP
Di dalam dapur itu saya selalu dipersulit dengan hal pencairan, baik itu dari SPPG, baik itu dari akuntan. Saya tidak mengerti ada apa … Siapa yang ada di belakang. Di dalam Juknis pencairan itu dilakukan begitu ada barang masuk dalam dapur, begitu sudah diperiksa dan nota belanja masuk, harus langsung dibayarkan. Tetapi saya untuk meminta pembayaran itu saya harus mengemis berulang-ulang. Dan saya dijanjikan berhari-hari sampai saya melaporkan dan mengeluh ke Ketua Yayasan, dan ada interpensi dari Ketua Yayasan baru SPPG bayar. Begitupun dengan akuntan, sepertinya saya ini yang orang bermasalah, seolah-olah saya ini orang gila. Tanpa ada sebab terus saya mengancam orang, saya mengintimidasi orang. Saya dengan akuntan sama dengan anjing baku rebut tulang.
Jadi dia yang sebagai akuntan yang harusnya digaji oleh negara yaitu sebagai akuntan yang membantu sebagai staf dari SPPG, dia membantu untuk apa mempertanggungjawaban pelaporan tetapi saat itu dia juga ikut berebut dengan saya untuk mengambil hak saya sebagai supplier. Itu yang terjadi sehingga sering berdebat.
Memang pernah beberapa kali saya bilang kalau saya selalu diperlakukan seperti ini, kamu tidak melihat saya sebagai orang Yayasan, kamu hanya melihat saya sebagai supplier dan tidak melihat saya sebagai orang Yayasan dan tidak melihat saya juga sebagai perintis dapur MBG maka Lebih baik saya bubar, bagian yang menjadi aset saya, baik itu bangunan baik itu peralatan dan memang yang paling sering saya bicara itu menyangkut dengan listrik dan sumur bor. Saya bilang kalau begini-begini lebih baik saya cabut itu listrik ko itu air dorang saya kasih mati ko kamu jangan pakai. Mungkin ini Bahasa-bahasa yang ketua maksudkan sebagai bahasa pengancaman, terang Aisyah mengurai.
Kenapa saya bisa bicara begitu karena memang faktanya itu barang pribadi saya barang yang sudah ada dari 7 tahun lalu, ujarnya.
Jadi kalau wajar kan kita punya barang kamu ada menikmati kita punya barang terus kamu perlakukan kita tidak tidak, sepertinya tidak menghargai ya kalau saya mau bikin begitu ya memang saya punya barang jadi saya punya hak. Itu yang dimaksud Pak Ketua Yayasan itu kalau saya sering mengancam SPPG dan akuntan.
Proses pembuatan akta yang Bapak Ketua Jelaskan di sini kemarin betul. Waktu pendaftaran akta itu bapak Pembina Bapak Gabriel Abdi Kusuma yang mentransfer uangnya Rp. 6 Juta setengah. Itu bagian dari daftar untuk pembuatannya Yayasan. Tetapi kemarin yang saya bicara itu yayasan itu saya yang urus. Maksudnya saya yang pergi urusan di notaris sampai yayasan ini jadi. Dan saya juga yang menggunakan uang pribadi saya untuk menjadi modal Yayasan untuk buka rekening Yayasan senilai Rp. 10 Juta, kemaren dalam jumpa pers dengan pekerja media tidak disampaikan Ketua Yayasan.
Menurut Aisyah, Yayasan memulai operasional dengan dana pinjaman pada koperasi Budi Atha dengan nilai pinjaman Rp. 750 Juta ditransfer ke rekening Yayasan pada tanggal 24 Desember. Pinjaman Rp. 750 Juta dimaksud dilakukan oleh Yayasan dengan agunan sertifikat tanah kerabat dekat Muliawan Jawa sebagai Ketua Yayasan. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman resmi yang disetujui oleh Pembina Yayasan, dan diteken oleh Ketua, Sekretaris dan Pengawas tanpa ada keterlibatan Aisyah sebagai Bendahara. Ini sangat tidak benar. Yang urusan di Budi Artha itu untuk pinjaman itu bisa diproses langsung ke Budi Artha, saya yang naik turun yang bangun komunikasi. Dan beberapa kali kita rapat di Budi Artha yang ikut rapat itu hanya saya dengan Ketua Yayasan, dengan Bapak Mul. Dan saat itu kita rapat di Kantor Budi Artha itu bersama dengan Pengawas Ketua Budi Artha dengan Manager Bapak Nazir, disitu baru dapat keputusan untuk mereka membantu kita mau kasih pinjaman . Kalau bilang saya tidak terlibat di dalam dan tidak ikut tanda tangan itu tidak benar karena waktu itu sebagai bendahara yayasan saya tanda tangan tangan kuitansi yang mana uang itu memang ditransfer langsung ke rekeningnya Yayasan. Jadi, yang tanda tangan kuitansi itu … saya tanda tangan di depan bendahara Budi Artha. Kalau bilang saya tidak terlibat di dalam pinjaman itu tidak benar, bisa di kroscek langsung ke Kantor Budi Artha.
Selanjutnya soal pernyataan Ketua Yayasan AMS bahwa di luar pinjaman resmi di atas belakangan diketahui terdapat beberapa pinjaman yang dilakukan oleh Aisyah Bahweres tanpa sepengetahuan pengurus maupun pembina yayasan dapat saya jelaskan, yang pasti semua pinjaman itu bapak ketua tidak tahu dan bahkan pengurus semua tidak tahu termasuk pembina itu sangat tidak benar, karena kita rapat berulang-ulang, karena Bapak Pembina ada di Kupang kita rapat dengan pengawas dan sekretaris yang hanya membicarakan kalau kita butuh uang. Dan waktu itu saya lagi yang ngomong Bapak Mul (Ketua yayasan), tolong dilibatkan semua pengurus yayasan, karena ini bicara yayasan, bukan saya punya barang pribadi, yang semuanya harus saya. Kita sama-sama harus dikasih beban baku bantu cari pinjaman.
Dan itu berulang-ulang, jadi kalau bilang ini semua tidak tahu itu tidak benar karena pada dasarnya semua tahu kalau kita ini memang tidak punya modal. Kalau saya bilang tidak punya modal memang benar tidak punya modal … kalau kita bicara ada modal ini kan artinya sudah ada uang dulu dan ada kekurangan baru kita pinjam. Tetapi kalau kita berjalan dengan hutang ya kita harus bilang itu hutang, modal hutang begitu. Terus dengan modal hutang terus ini menjadi penyangkalan daripada Ketua dan Pembina seolah-olah saya mencemarkan namanya Yayasan karena saya bilang Yayasan tidak punya modal karena memang saya yang urus ini barang jadi saya tau. Yayasan tidak punya modal karena tidak pernah ada orang pengurus yang kasih modal untuk bantu di dalam, ungkapnya.
Soal pernyataan Ketua Yayasan AMS yang bilang pinjaman Rp. 100 Juta itu sudah dikonfirmasi petugas Budi Artha dan katanya itu pinjaman pribadi, Saya pikir pinjaman yang saya ini, artinya saya yang meminjam sebagai pribadi tetapi untuk kebutuhan yayasan. Dan waktu itu boleh dibuktikan pengurus budi artha itu dia datang antar uang itu di dalam dapur dan posisi waktu itu diantar saya ada dengan Bapak Mul duduk dalam dapur, katanya sembari menambahkan, Jadi, Bapak Mul sangat-sangat tahu kalau uang pinjaman itu untuk kebutuhan dapur. Juga sudah saya jelaskan di Bapak Pembina waktu kita ada pertemuan tanggal 22 Agustus 2025. Jadi seolah-olah uang Rp. 750 Juta ini sudah cukup, dan harusnya tidak ada pinjaman.
Perlu saya jelaskan, Uang Rp. 750 Juta yang dihasilkan dari pinjaman Budi Arta itu dicairkan di tanggal 24 Desember 2025, dimana pembangunan dapur itu sudah mulai dari tanggal 2 Desember 2025. Saya juga pernah sampaikan ke bapak Pembina Bapak. Pertanyaannya, waktu pembangunan dapur di tanggal 2 Desember 2025 uang dari mana, sedangkan pinjaman Rp. 750 Juta itu ada di tanggal 24. Yang pasti uang pinjaman itu karena pembangunan dapur itu sudah ada di tanggal 2 Desember. Untuk Rp. 750 Juta dan yang lain-lain hutang semua ada di dalam pelaporan saya.
Menyangkut dengan pinjaman ABC yang ketua tidak tahu semua dan itu sudah pernah saya buktikan waktu pertemuan tanggal 22 Agustus 2025 saya sudah pertanyaan langsung ketua di depan pembina dan saya sudah menunjukkan Pak Ketua nama-nama pinjaman ini jelas. Yang mana Pak Ketua tidak tahu kalau kita ada berhutang. Dan Pak ketua secara tidak langsung dia tidak menjawab, tetapi dia diam artinya secara tidak langsung dia tau kalau dia sudah tipu, dia bikin pembohongan publik.
Diuraikan Aisyah, Pak Ketua bilang di tanggal 1 Februari itu ada saldo Yayasan senilai Rp. 394 676.297 rupiah nah ini ada rekening koran disini yang mana di tanggal 1 Februari itu uang yang ada di rekening koran itu hanya Rp. 600.000 lebih. Di tanggal 25 Januari saldo rekening Yayasan hanya tertinggal Rp. 699.508.000, di tanggal 1 Februari itu ada uang tertinggal Rp. 604.809.604 sedangkan yang ketua bicara itu di tanggal 1 Februari itu ada saldo yaayasan sebesar Rp. 394.676.297. Saya tidak tahu ketua bicara ini dasarnya apa saya tidak tahu. Tetapi yang saya lihat itu tujuannya hanya mau mencemarkan nama baik saya supaya terkesan kalau ini ada makan uang yayasan atau saya ini merugikan yayasan.
Yang lebih aneh demikian Aisyah, di tanggal 2 Juni Ketua Yayasan bilang ada saldo Rekeningnya Yayasan itu Rp. 322.691.297, dimana di tanggal 2 Juni itu saya sudah tidak terlibat sebagai bendahara. Karena di bulan April itu terakhir di bulan April pencairan kedua kali itu uang sudah tidak masuk di rekening Yayasan dan di sini di tanggal 2 Juni itu sisa dari saldo yang ada di bulan maret Rp. 600 ribu lebih itu itu masih ada di bulan Juli yang angkanya sedikit berkurang tetapi masih di angka 600 ribuan juga.
Jadi, saya juga bingung artinya yang ketua omong ini rekening yang mana rekening Yayasan yang mana kalau rekening Yayasan Abdi Mulia Sejahtera yang saya sebagai bendahara masih terlibat di dalam itu ada di rekening Bank BRI Cabang. Jadi, yang ketua omong itu saya tidak paham.
Selanjutnya, Ketua Yayasan bilang di Maret ada saldo Yayasan itu 128.573.779 dan ada uang saldo tetapi saya paksa ketua bikin cari pinjaman Rp. 30 Juta. Padahal waktu itu yayasan tidak membutuhkan pinjaman karena menurut ketua ada uang Rp. 128 Juta. Itu fitnah dan pembohongan publik. Yayasan tidak ada uang, di bulan Maret uang sisa Rp. 639.551, itu saldo rekening di Maret, ungkapnya.
Jadi, yang ketua bicara angka-angka ini fitnah yang sangat keji karena semua pembicaraan ketua, dari angka-angka yang ketua bicara atas nama rekening Yayasan itu tidak ada satupun yang benar, satu pun angka yang ketua bicara itu tidak ada yang benar. Dan itu pembohongan publik yang bertujuan mencemarkan nama baik saya.
Soal pemakaian bahan material yang menurut Ketua Yayasan itu sudah tanya ke tukang dan tukang sebut pemakaian semen itu berjumlah 451 dan besi 140 staf, yang saya heran kenapa Ketua Yayasan tidak bayar konsultan pengawas atau konsultan perencana untuk hitung, kalau ketua tanya ke tukang saya disitu kemarin tu tidak ada pengawas disitu, kecuali tukang ini saya kasih dia sebagai pengawas dalam hal begitu semen turun dia hitung, dia catat. Na, ini berdasarkan prediksi dari seorang kepala tukang ketua bisa membeberkan itu di publik. Ketua terlalu berani terlalu berani untuk menciptakan bahasa-bahasa yang semua isinya itu fitnah. Kalau untuk kalau mau pembuktian itu pemakaian semen, besi dan lain-lain silakan Ketua membayar jasa konsultan untuk uji petik saja, karena saya sendiri yang pegang laporan saya tidak pernah hitung semen ini total semen berapa banyak saya tidak pernah hitung karena kebutuhan ini kan cuman satu kali kita belanja. Menurut dia, lantai yang ada halaman di depan itu tadinya hutan, yang kita buka ini cor, bukan buka lantai tapi cor, yang pemakaian cor di mana-mana itu menggunakan campuran itu satu, dua, tiga sehingga makan semen.
Ini yang saya bilang ketua ini datang di dapur hanya datang lihat beres, beres, beres, tidak pernah tahu tidak pernah ikuti perkembangan dari pada ini pembangunan seperti apa, dan itu bukan berlaku di ketua saja. Semua yang terlibat di dalamnya Yayasan tidak pernah tahu dan tidak pernah mau tahu tentang urusan pembangunan dapur. Makanya kalau sekarang mereka bicara tidak sesuai ya wajar, mereka memang mereka tidak pernah tahu dan tidak pernah mau tahu hanya mau gampang saja intinya semua Mama Ais kasih beres, itu yang terjadi.
Soal mark up harga, mark up harga yang ketua sebut itu menyangkut menyangkut dengan telur, ayam ikan dan setersunya. Itu yang saya bilang kalau orang tidak terlibat di dalam dia tidak tahu jadi pasti ngomongnya ngawur. Pertanyaannya begini, ketua paham tidak tentang telur. Telur ini dia ada grade, kalau yang ukuran kecil itu grade C itu harga pasaran Rp. 2.500/butir. Tetapi kalau dia ukuran gradenya A dan B Itu dia punya harga pasaran itu di Alor Rp. 3. 000/butir. Terus waktu kita beli telur yang saya belanja telur di running awal itu belum jadi suplayer itu saya beli telur di Kupang. Posisi waktu itu di bulan Januari, baru habis perayaan hari raya dan tahun baru, na itu harga telur lagi mahal makanya harga telur itu Rp 3.000. Kalau ketua bicara sekarang dengan rujukan Juknis, waktu itu tidak ada Juknis, kalau sekarang di Juknis itu diambil dari harga eceran tertinggi.
Terus kalau harganya Rp 3.000, mark upanya di mana. Dan itu di saat bulan Januari yang memang posisi saat itu harga telur masih tinggi, kata Aisyah.
Kalau kalau kita kembali ke harganya Ibu Wahyu katanya harga eceran tertinggi Rp. 2. 500/butir terus disitu ada harga Rp. 2.700 dan Rp.2.850 merujuk ke Juknis yang saat itu juga belum ada Juknis. Kalau sekarang kalau Ketua bicara Juknis ini seolah-olah Ketua mau kasih tunjuk saja tentang Ketua pung pintar tentang Juknis tetapi Ketua juga tidak paham tentang lapangan. Ibu Wahyu itu dia pengadaan telur itu grade A dan B, makanya kenapa waktu ini dia bilang saya punya harga itu lebih murah dari Alor, karena memang dia punya harga masih dibahwa Rp. 3.000, sedangkan dia punya telur itu kalau di Alor itu harganya Rp 3.000. Jadi kalau dia bilang itu hitungannya mark up, itu Ketua hanya karena dia tidak mengerti tentang apa itu mark up, dia tidak mengerti tentang harga pedagang di Kalabahi dan memang karena dia tidak tahu apa-apa, dia bicara ini seperti dia bicara karena berdasarkan cerita, berdasarkan masukan dari orang-orang juga yang tidak mengerti. Saya dirugikan karena saya berulang-ulang difitnah, seolah-olah saya mencari keuntungan dan merugikan yayasan.
Kalau kemaren kita punya laporan ini sempat diaudit, mungkin hal-hal ini ketua tidak bisa lagi bicara di publik, karena ketua sudah tahu dari penjelasan saya. Bukan ketua tahu karena dia tahu tetapi kalau dia saya menjelaskan pasti dia tahu, tetapi karena saya tidak pernah dikasih ruang untuk menjelaskan makanya dia ngawur
Jadi, kesimpulannya dengan Ibu Wayu itu, yang begitu begitu lantang ketua berbicara dan mempersoalkan, ternyata Tanggal 22 Agustus 2025 atau Minggu Kemarin, ada pertemuan di Kupang di rumahnya Bapak Pembina, Bapak Gabriel Beri Bina yang menghadirkan Bapak Pembina, Bapak Ketua Yayasan AMS, Ibu Wahyu bersama suami dan saya bersama suami dan juga keluarga yang ikut. Pertemuan itu yang dibicarakan tentang hutang Ibu Wahyu senilai Rp. 519 Juta yang sebelumnya Pak Ketua Yayasan AMS keberatan dan banyak alasan tentang bla, bla itu waktu di dalam pertemuan itu sama sekali tidak dipersoalkan, dan sama sekali tidak disinggung. Tidak sedikitpun disentil, jadi inti dari pembicaraan itu Bapak Pembina tanya ke Bapak Ketua-Bapak Mul berapa Ibu Wahyu punya utang. Begitu diuraikan Ibu Wahyu punya hutang terus ada dibicarakan disitu menyangkut dengan ayam. Ayam ini Bapak Ketua bilang sudah transfer dari SPPG sudah transfer ke saya. Betul sudah transfer ke saya. Dari Ibu Wahyu punya hutang itu yang sudah dibayar itu sebenarnya ayam tetapi uang itu Bapak Ketua yang pakai senilai Rp. 15 Juta maka tetap utang ayam itu saya kasih masuk di dalam hutang yang belum dibayarkan. Karena bayar ke saya tetapi bukan saya yang pakai … kan ketua yang pakai dan itu sudah saya bicarakan di depan Bapak Pembina. Terus ayam yang Pak Ketua bilang Ibu Wahyu punya ayam itu 500 ekor ada berapa ratus kilo itu dia tidak tahu … dia tidak mengerti apa-apa itu. Ayam ini menurut Pak Ketua 500 ekor, 857 kilo. Jadi, ayam itu 500,2 Ons, bukan 800 lebih yang senilai Pak Ketua tua angka yang katanya 50 Berapa Juta tu, tidak seperti itu. Dia hanya ada di angka 20 berapa juta tidak sampai 25 juta juga. Dan itu dia punya uang yang waktu di Pembina Pak Ketua kasitau kalau hutang Ibu Wahyu punya hanya ayam yang sudah dibayar. Dan saya juga sudah bilang di Bapak Pembina betul tetapi uang itu Pak Ketua yang ada pakai. Dan Pak Ketua juga mengakui itu. Yang pasti urusan dengan Ibu Wahyu itu sebagai perantara dari pada saya yang mencari bantuan, saya ke Kupang tujuannya saya bantu Ibu Wahyu itu bagaimana supaya Ibu Wahyu harus mendapatkan haknya.
Makanya terang Aisyah, kita sudah bikin laporan Polisi di Polda, laporannya sampai hari ini belum dicabut tetapi sudah ada penyelesaian. Dalam laporan itu diminta kerugian imateril karena sudah 6 bulan tidak dibayarkan sehingga Ibu Ayu merasa sangat dirugikan. Tetapi karena baru dibayarkan angka senilai nota tagihan sebesar Rp. 519 Juta sehingga laporannya belum dicabut, untuk hutang 11 hari Ramadhan yang sempat dikomplain Pak Ketua Yayasan.
Aisyah mengaku kecewa karena semua hal dibuat menjadi masalah, orang yang sudah bantu saja dibilang itu pemufakatan jahat, orang yang bantu ini seolah-olah ini orang bekin kejahatan. Yang tadinya ini kita berharap, kita memohon-mohon orang, begitu orang bantu … salah. Semua salah habis. Termasuk saya juga salah, saya punya suami juga salah, ibu Wahyu juga salah. Karena kita disebut bekin konspirasi jahat penipu pelaporan segala macam merugikan yayasan.
Semua materi konferensi pers Ketua Yayasan itu menurut dia, tipu dan fitnah. Dan ini sangat merugikan pribadi saya, menyangkut nama baik saya. Sudah pasti saya akan bekin laporan polisi, soal pencemaran nama baik.
Dan memang di Ibu Wahyu jelas Aisyah, waktu penyelesaian tanda tangan kuitansi pelunasan di notaris itu Ibu Wahyu minta di Bapak Mul dan itu menjadi salah satu persyaratan kembali ke Alor buat konferensi pers untuk menyampaikan permohonan maaf memulihkan nama baik Ibu Wahyu. Dan Bapak Mul bersedia melakukan itu, ada rekamannya.
Nanti saya bekin laporan polisi, saya punya suami juga bekin laporan polisi tentang pecemaran nama baik atas tuduhan melakukan pemukatan jahat dan fitnah.
Dijelaskan Aisyah, hutang Ibu Wahyu dilunasi sehari setelah adanya laporan di Polda NTT. Hari ini kita masukan laporan, esoknya saya dengan Ibu Wahyu sempat dipanggil di Polda NTT untuk klarifikasi tetapi malamya kita bertemu di kediaman pembina, dapat solusi dan penyelesaian. Malam itu juga Bapak Pembina transfer Rp. 150 Juta Tanggal 22 Agustus 2025. Janjinya Tanggal 23 Agustus 2025 Bapak Ketua transfer uang dari Alor. Rp. 150 Juta, sisanya langsung dibayarkan Rp. 219 Juta. Jadi total Rp. 519 Juta hutang Ibu Wahyu yang sudah dilunasi Yayasan AMS, masih gantung Rp. 250 Juta yang menjadi permintaan untuk kerugian imaterial, makanya laporan di Polda NTT belum dicabut.
Saya berharap Kapolres Alor secara profesional menindak lanjuti pengaduan yang telah ia sampaikan karena masalah ini sudah menjadi viral dan menghebokan dan bahkan meresahkan, pinta Aisyah.
Persoalan ini hanya bisa berakhir kalau proses hukum di Polres Alor berjalan secara baik dan profesional, ujarnya.
Aisyah juga dalam waktu dekat bakal melayangkan somasi kepada Bank BNI terkait pembukaan rekening baru Yayasan AMS tanpa sepengetahuanya sebagain bendahara karena pada saat pembukaan rekening baru itu di BNI itu ia masih berstatus bendahara yayasan AMS. Sebelumnya rekening yayasan AMS itu berada di Bank BRI. *** morisweni