Tinggalkan Keluarga, Lomboan Djaha Mou Penuhi Panggilan Penyidik Polres Alor

Dari Luwu Sulawesi Selatan, Lomboan Djaha Mou tiba di Bandar Udara Mali, Minggu (28/02) untuk memenuhi panggilan Polres Alor, Senin (01/03). FOTO:DOKUMEN RP
Dari Luwu Sulawesi Selatan, Lomboan Djaha Mou tiba di Bandar Udara Mali, Minggu (28/02) untuk memenuhi panggilan Polres Alor, Senin (01/03). FOTO:DOKUMEN RP

KALABAHI, RADARPANTAR.COM-Lomboan Djaha Mou, aktivis yang dikenal lantang menentang kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada publik memenuhi panggilan Kepolisian Resort Alor atas  laporan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek dalam kasus dugaan pelanggaran ITE atas live streaming yang ditayangkan di akun facebook Ldj Xnapi miliknya.  Dalam kasus ini, Lomboan Djaha Mou telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Alor.  

Menghargai hukum sebagai panglima tertinggi di negara ini, saya meninggalkan keluarga (istri dan anak) di Desa Maleku, Kecamatan Mangkutanah Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan dalam rangka memenuhi panggilan aparat penyidik Polres Alor dalam kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang dilayangkan Ketua DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek, SH kepadanya,  tandas Lomboan Djaha Mou dalam jumpa pers dengan para pekerja media di Resto Mama Kalabahi, Minggu (28/02).  

Bacaan Lainnya

Menurut Lomboan, kasus yang sudah ditersangkakan kepadanya antara lain mengenai live streaming yang ia tayangkan di akun facebook miliknya, Ldj Xnapi dalam dua kesempatau atau dua waktu,  antara lain live streaming pada tanggal 7 Mei 2020 dan Tanggal 19 Mei 2020 yang dilive dari Desa Maleku, Kecamatan Mangkutanah Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan.  

Di live streaming  tanggal 7 Mei 2020 demikian Lomboan, ia menyatakan ada tiga kesalahan fatal dari 29 Anggota DPRD Kabupaten Alor. Kesalahan fatal itu diantaranya, bahwa covid 19 sudah ada tetapi tidak pernah dan belum ada langka-langka yang diambil 29 anggota DPRD dengan eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah. Apakah itu rapat dengar pendapat, rapat kerja atau rapat konsultasi untuk membahas dan merencanakan apa  bentuk penanganan, eksekusi penanganan sampai pada pengendalian seperti apa. Itu DPRD belum lakukan.

Poin kedua yang dilive streamingkan masih di Tanggal 7 Mei 2020 adalah, ia mengatakan kesalahan fatal dari 29 anggota DPRD Alor yang kedua adalah mereka membiarkan dipimpin oleh seorang pemimpin yang berstatus sebagai tersangka.

Yang ketiga tambah Lomboan, mereka membiarkan seorang Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek melakukan mal administrasi, dimana Ketua DPRD Alor melaporkan beberapa temannya ke Badan Kehormatan Dewan tetapi tidak melalui mekanisme yang diatur oleh tata tertib (Tatib) bahwa siapapun baik dari internal maupun ekternal yang ingin melaporkan suatau persoalan ke Badan Kehormatan Dewan harus melalui pimpinan DPRD, tidak bisa langsung kepada Badan Kehormatan Dewan sebagaimana yang dilakukan Ketua DPRD pada saat melaporkan beberapa temannya ke Badan Kehormatan Dewan.

Dalam proses pemeriksaan sebelumnya sebagai saksi Lomboan menegaskan kalau ia sudah mempertanyakan kepada penyidik dimana letak unsur pencemaran nama baik, unsur fitnahnya dimana. “Koq saya omong semua ini betul semua. Karena belum ada rapat, Enny Anggrek tersangka dalam kasus dengan Efraim Lamma Koly, dia tidak terima, dia pra-peradilan, dia kalah, dia tetap tersangka. Itu live saya tanggal 7 Mei 2020,” pungkas Lomboan.  

Kemudian live streaming kedua juga di akun facebook miliknya Ldj Xnapi pada tanggal 19 Mei 2020 tambah Lomboan,  ada pemberitaan di media online SELATANINDONESIA.COM, Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek mengatakan bahwa Demas Mautuka, Lomboan Djaha Mou dan kalau tidak salah Dony Mooy adalah komplotan yang sementara menyudutkan dia. Karena katanya,  Lomboan Djaha Mou ada transfer uang kasih Demas Mautuka. Jadi jelas Lomboan, pada waktu itu saya bilang betul, saya ada transfer uang kasih Demas Mautuka karena Demas Mautuka itu adiknya dan dia minta rokok waktu itu, kamu bilang peras. Ketua DPRD Enny Anggrek bilang peras. Jadi, saya tanya harga rokoknya berapa. Karena 7 bungkus sehingga kurang lebih Rp. 150 ribu, jadi sebagai kaka saya transfer uang kasih dia pi kasih kembali orang pung rokok, terang Lomboan dalam dialeg Alor.

Jadi, jelasnya, di live streaming itu ia mengatakan bahwa justru Ketua DPRD yang punya komplotan. Komplotan Ketua DPRD yang pertama adalah komplotan pembangkangan terhadap maklumat Kapolri, karena melawan Maklumat Kapolri itu tidak mungkin Ketua DPRD melakukan sendiri. Buktinya, Sokan Teibang menurut laporan, juga dipanggil Polda untuk diperiksa.  Berarti itu melibatkan beberapa orang sehingga itu komplotan.  

Selanjutnya jelas Lomboan, Enny Anggrek juga memiliki komplotan dalam menyembunyikan status tersangka, karena dia tersangka tetapi kenapa masyarakat banyak tidak tahu, berarti mereka komplotan menyembunyikan statusnya.  Yang ketiga masih dalam live streaming tanggal 29 Mei 2020, Enny Anggrek juga memiliki komplotan akun palsu, karena jejak digital facebook Enny Anggrek berteman dengan akun palsu yang bernama Fredrik. Jadi, saat diminta keterangan di penyidik polisi sebagai saksi, saya tanya loh … saya fitnah Ketua DPRD dimana, saya fitnah Enny Anggrek dimana. Saya omong barang betul semua. Saya mencemarkan nama baiknya dimana, terangnya bertanya.  

Lomboan mengaku, meninggalkan keluarga di Desa Maleku, Kecamatan Mangkutanah Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan, meninggalkan pekerjaan dan mengorbankan uang dalam jutaan rupiah (rapit tes saja hamper Rp. 1 Juta) hanya untuk memenuhi panggilan polisi, menghormati hukum, ia datang.

Tetapai Lomboan manaruh harap agar aparat Kepolisian Resort Alor, terutama Kapolres Alor agar jangan bekin hukum itu tumpul kepada penguasa, tumpul kepada orang besar tetapi tajam kepada kami orang kecil.

Lomboan mengaku begitu muda pihak penyidik Polres Alor menetapkannya sebagai tersangka. Padahal, ia sudah menjelaskan pada saat menyampaikan keterangan sebagai saksi itu bahwa apa yang disampaikan ini bisa ia  buktikan. “Tersangkanya dia, semua yang saya omong bisa saya buktikan,” tandasnya.

Dia minta agar harus ada keadilan hukum. Oleh karena Enny Anggrek juga sudah ia laporkan jauh lebih dahulu sebelum Enny Anggrek melayangkan laporan terhadap dirinya.

“Saya lapor Enny Anggrek berkaitan dengan beredarnya DPO terhadap saya.  Yang dibagikan Ketua DPRD Alor ke beberapa orang melalui pesan whatsapp. Saya sudah lapor ke polisi.  Karena itu saya mau tanya penanganan kasus ini sudah sampai dimana,” ungkap Lomboan bertanya.

“Saya kasih ingat Pak Kapolres. Jenderal bintang dua saja bisa dicopot. Napoleon Bonaparte itu gara-gara surat cekal ini. Satu surat resmi dari institusi itu harus hati-hati. Ini koq saya ada DPO. Saya sudah lapor ke Polres Alor. Koq DPOnya ada di Enny Anggrek. Enny Anggrek ini apakah Kasat Intel Polres Alor atau DIR Intel Polda NTT. Koq dia yang dapat saya pung DPO. Sementara KUHAP sudah mengatur syarat seseorang dinyatakan sebagai DPO. PERKAPOLRI juga mengatur,” timpal Lomboan.

Dan, “Saya Lomboan Djaha Mou tidak pernah tahu DPO, Keluarga saya juga tidak pernah tahu kalau saya itu DPO. Saya DPO koq saya ada live streaming dimana-mana,” ujarnya.  

Dia mengaku menyampaikan hal ini agar jangan muncul kesan institusi ini diatur oleh orang-orang tertentu. Atau ada yang bisa menginterfensi institusi Polri ini.

Dijelaskannya, kalau ini dibiarkan maka menjadi opini liar di kalangan publik bahwa Polres Alor itu bisa diatur oleh orang diluar Polres. Koq buktinya Enny Anggrek bisa dapat saya pung DPO yang tidak pernah dikeluarkan oleh Polres Alor.

Lomboan Djaha Mou minta Kepolisian Resort Alor mengusut tuntas kasus DPO atas dirinya yang sudah dilaporkan ke kepolisian, sehingga publik juga tahu siapa sejatinya yang bermain dibalik ini. *** morisweni

Pos terkait