KALABAHi,RADARPANTAR.com-Ini klarifikasi Thresher Shark Indonesia terhadap sikap 27 nelayan asal Desa Lewalu-Desa Ampera, Kecamatan Alor Barat Lau, Kabupaten Alor yang ngotot tetap menangkap hiu tikus. Melalui Co Founder, Thresher Shark Indonesia menegaskan bahwa pihaknya tidak memaksa para nelayan selain 9 orang yang menerima bantuan untuk mematuhi larangan penangkapan hiu tikus di perairan laut di wilayah itu.
Thresher Shark Indonesia sudah berada di Lewalu dan Ampera sejak 2018. Awal 2018 itu kita mulai melakukan penelitian karena saya lihat di Alor ini unik. Hiu tikus ini ditangkap tetapi sayangnya yang ditangkap itu hamil. Dan biasanya hiu tikus ini ditemui di kedalaman laut dalam di sekitar 200-500 meter. Tetapi di Alor kita bisa temukan hiu tikus di sekitar kedalaman laut 20 meter, ungkap Co. Founder, Dewi R. Sari kepada pers di Kalabahi, akhir pekan silam.
Menurut Dewi, kalau kita ketemu di kedalaman 20 meter itu artinya hiu tikus ini bisa kita jadikan sebagai aset pariwisata, untuk dijadikan diving secara bersama-sama. Karena di dunia, baru satu tempat yang kita ketemu orang bisa diving dengan hiu tikus yakni di Malapasqua di Pilipina, dimana ada di cleaning station atau tempat pembersihan hiu tikus ditemukan di sana dan dijadikan sebagai aset pariwisata dan masyarakat hidup dari hiu tikus di sana.
Dewi mengaku, kurang lebih pendapatan 1 tahun itu mencapai Rp. 18 Milyar dari hasil pariwisata hiu tikus. Karena memang itu tadi … yang hidupnya di kedalaman laut dalam dan kalau di kedalaman laut dangkal itu hanya untuk tujuan tertentu. Dan untungnya kita ketemu di Alor, sayangnya di Alor nelayan tangkap.
Dikisahkan Dewi, selama beberapa lama ada dalam proses, pihaknya mengetahu lokasi penangkapannya di mana … kemudian hiu tikus itu mengapa ditangkap. Ternyata kami dapat kesimpulan bahwa hiu tikus ditangkap oleh nelayan di dua desa ini sebagai salah satu sumber pendapatan atau sudah merupakan mata pencarian nelayan.
Kita sudah melakukan identifikasi sejak tahun 2018, kita juga kerja sama dengan nelayan untuk bisa pasang penelitian. Jadi, kita pasang alat tek karena kita tahu nelayan bisa tangkap jadi kita minta tolong nelayan tangkap kemudian alat tek kita pasang, setelah itu nelayan lepas kembali. Kita berikan bahan bakar nelayan untuk pergi melaut sebagai gantinya. Itu berjalan dari 2018 hingga 2020.
Dalam proses aktivitas bersama nelayan, Dewi mengatakan selalu bertanya kepada para nelayan, “bapak mereka bisa nggak berhenti menangkap hiu tikus”, karena hiu tikus ini statusnya sudah terancam punah. Kalau tidak kita lindungi di Alor, kita bisa kehilangan aset ini di Alor yang bisa kita jadikan potensi pariwisata.
Menurut Dewi, pihaknya direspon oleh nelayan bahwa kalau mau berhenti tangkap ikan hiu tikus tetapi harus diberikan alternatif mata pencarian. Maksudnya, diberikan bantuan … apa yang bisa nelayan buat agar bisa berhenti menangkap hiu tikus.
Beberapa nelayan demikian Dewi, diidentifikasi dari awal yakni antara 11-12 orang nelayan yang selalu sama-sama dengan kita. Karena memang itu yang selalu lihat pihaknya pada saat pergi pasang alat, kita diving … mereka yang ada di laut. Itu sebenarnya proses identifikasi, sebenarnya siapa si nelayan yang benar—benar bergantung kepada penangkapan hiu tikus.
Setelah dilakukan identifikasi dan lain sebagainya demikian Dewi, kita ajak diskusi bersama dan nelayan mereka bilang kita mau dikasih fasilitas penangkapan atau kapal yang lebih baik, kapal fiber sehingga mereka bisa tangkap lebih jauh kemudian mesin kapal karena ada yang sudah punya fiber tetapi tidak puinya mesin yang kuat untuk bisa melaut lebih jauh.
“Pokoknya ada nelayan yang bilang mereka mau berhenti tangkap hiu tikus, mau berhenti jadi nelayan karena ada mata pencarian lainnya, misalnya mau nuka kios atau mau buka ayam petelur,” ungkap Dewi.
Ditambahkannya, nelayan yang identifikasi dari awal itu hanya 11 orang. Dari 11 ini hanya 9 orang yang setuju untuk berhenti tangkap hiu tikus, 2 orang lainnya tidak setuju untuk berhenti. “Kita bilang ya tidak apa-apa, karena kita kan tidak paksa. Karena kita bilang kalau bapak mau berhenti kita kasih bantuan untuk mengganti mata pencarian. Tetapi kalau memang tidak mau ya tidak apa-apa. Karena inikan bukan paksaan. Bantuan kan kita berhak memberi, yang mau menerima juga berhak untuk menolak kalau memang mereka tidak mau menerima syaratnya. Karena itu tadi, kita kasih bantuan dan berharap dengan bantuan ini mereka bisa beralih ke mata pencarian lain dan berhenti menangkap hiu tikus.
Untuk nelayan-nelayan yang lain demikian Dewi, juga sama. Kami juga nelayan hiu tikus. Mereka bilang mereka juga bisa tangkap hiu tikus, mengapa tidak dibantu.
“Kami bantu ini bukan kecil, boat itu besar. Dan bukan uang kita. Kita juga harus yakinkan orang diluar sana untuk mau kasih bantuan ke nelayan. Bukan hal yang gampang, kita harus kasih bukti. Tidak bisa nelayan yang lain tiba-tiba bilang dia tangkap hiu tikus tetapi kita tidak pernah punya fotonya. Kan tidak mungkin. Karena kita ada donor yang kasih kita bantuan dan donor ini minta pertanggung jawaban. Bukan kami membeda-bedakan nelayan, tetapi nelayan ini yang selama ini kami lihat dan kami punya fotonya. Mereka yang 9 ini juga yang bantu kami tangkap hiu tikus,”.
Karena nelayan lain tidak ada bukti fotonya sehingga ada kebijakan diberikan bantuan tetapi tidak sama dengan yang 9 orang karena yang 9 ini sejak 2018 berproses meyakinkan donor, karena boleh dibilang ini salah satu upaya konservasi yang sangat ekstrim. Karena kita memberikan bantuan, tidak gampang meyakinkan donor.
Dia luar 9 orang itu ada 27 orang yang kita kasih kulbox, alat-alat tangkap pancing lainnya tetapi rata-rata mintanya kulbox.
Dijelaskan Dewi, bantuan lainnya kita proses sejak tahun 2020, sehingga pas jadwal deklarasi itu ada barangnya yakni 5 boat fiber, 2 mesin, 2 modal bantuan usaha.
Yang 27 orang ini kita yakinkan ke donor dan donor setuju untuk bantu secara merata dari total 2 nelayan yang menolak menerima bantuan bersama 9 orang lainnya di seremonial penyerahan bantuan. “Bukan tiba-tiba dapat uang tambahan untuk kasih bantuan baru, tetapi kita yakinkan ke donor untuk ambil yang 2 yang tolak itu ke 27 orang,” ungkapnya.
Dia mengaku pihaknya juga tidak memaksa nelayan untuk mau berhenti atau tetap menangkap hiu tikus. Tetapi kalau ada nelayan yang mau menerima bantuan ya harus berhenti menangkap hiu tikus karena itu jaminan pihaknya ke donor.
Pada saat serimoni, bantuan untuk 27 orang ini belum turun, karena memang butuh proses. Tidak satu hari proses waktu itu juga bantuan datang. Paling telat akhir tahun ini kita proses secara cepat.
Kita tidak pernah bilang semua nelayan hiu tikus itu mau berhenti tangkap hiu tikus, tidak pernah kita bilang begitu. *** morisweni