Tanah Tempat Usaha Enny Anggrek di Jembatan Hitam Milik Jo Eng Bie

Dengan menggunakan kursi roda, Maria Kandars hendak memberikan keterangan sebagai saksi kasus gugatan perdata tanah antara Adtya-Enny Anggrek, SH. FOTO:MORISWENI
Dengan menggunakan kursi roda, Maria Kandars hendak memberikan keterangan sebagai saksi kasus gugatan perdata tanah antara Adtya-Enny Anggrek, SH. FOTO:MORISWENI

KALABAHI, RADARPANTAR.COM-Tanah tempat usaha Enny Anggrek yang terletak di Jembatan Hitam Kalabahi Kabupaten Alor disebut para saksi merupakan tanah milik Jo Eng Bie. Kuat dugaan ada yang tidak beres dalam proses pengalihan hak kepemilikan tanah dimaksud dari Jo Eng Bie kepada Enny Anggrek.

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kalabahi, Rabu (17/02) dengan agenda pemeriksaan saksi,  penggugat menghadirkan lima orang saksi diantaranya,  Maria Kandars, Balthasar Sir, Alexander Hengky Sudjonong, Daniel Yulimanto dan Karim Klakik.

Bacaan Lainnya

Untuk diketahui,  tanah tempat usaha Enny Anggrek digugat adik iparnya Aditya Suhartoyo Jo ke Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi.  Aditya bersama kakaknya Theresia Yo Carvallo gugat  perdata  terkait dua bidang tanah yang berlokasi di Pelabuhan Kalabahi-Kelurahan Kalabahi Kota dan di Jembatan Hitam-Kelurahan Mutiara Kecamatan Teluk Mutiara yang saat ini ada dalam pengusaan  Enny Anggrek.

Karim Klakik yang dihadirkan pertama dalam sidang lanjutan yang dipimpin ketua majelis hakim, Dody Rahmanto, SH, MH menegaskan bahwa tanah tempat usaha Enny Anggrek di Jembatan Hitam itu bukan tanah negara. Tanah itu milik ayahnya (keluarga Klakik) yang dijual kepada Jo Lay Bie sekitar tahun 1960-an yang kemudian dijual kembali  Jo Lay Bie kepada Jo Eng Bie, pemilik Toko Pantai Laut. 

Tetapi tanpa sepengetahuan anak-anak Jo Eng Bie yang lain termasuk Aditya bersama kakaknya Theresia Yo Carvallo, tanah itu dibuat sertifikat atas nama Enny Anggrek. Ini yang memaksa Aditya dan kakaknya menggugat istri dari kakak mereka, Suharto (Almarhum) atas nama Enny Anggrek  ke Pengadilan Negeri Kalabahi.

Setelah beli dari Yo Lay Bie demikian Klakik, Jo Eng Bie membangun rumah diatas tanah itu dan masih ada hingga saat ini.

Saksi lainnya, Maria Kandars saudara kandung Jo Eng Bie dalam kesaksiannya mengaku, Jo Eng Bie memiliki dua bidang tanah yakni yang satu Pantai Laut dan yang lain berlokasi di Jembatan Hitam.

Pada waktu beli itu tanah demikian Maria Kandars, Jo Eng Bie masih berstatus sebagai warga negara asing (WNA) sehingga sertifikat tanahnya dibuat atas nama suamainya, Josep Kandars. Sertifikat tanah itu terang Maria Kandars, disimpan di kediamannya di rumah, pada tahun 1994 setelah Jo Eng Bie meninggal, suami Enny Anggrek yang biasa disama, Hui mendatangi kediamannya di Moru untu mengambil sertfikat. Dorang yang pi ambil itu sertifat tanah terus datang ini yang tidak pernah kasih kabar, kata Maria Kandars dalam dialeg Alor.

Balsasar Sir, saksi lainnya dalam keterangan mengatakan, pada tahun 1980, ia diminta Jo Eng Bie untuk membangun rumah miliknya di Jembatan Hitam.

Sementara itu Saksi Daniel Sujono mengaku, tanah yang menjadi tempat usaha Enny Anggrek di Jembatan Hitam itu dbeli oleh Jo Eng Bie dari Jo Lay Bie dengan harga Rp. 800 ribu pada tahun 1974.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi penggugat itu, tergugat Enny Anggrek diwakili oleh kuasa hukumnya.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tergugat.

Laporan gugatan perdata  obyek perkara tanah di Pelabuhan Kalabahi terdaftar dengan Nomor Perkara: 24/PDT.G/2020/PN.KLB tanggal 23 Oktober 2020, sedangkan obyek perkara yang sama di Jembatan Hitam dengan Nomor Perkara: 25/PDT.G/2020/PN.KLB tanggal 2 November 2020.  

Penggugat, Aditya Suhartoyo Jo  di PN Kalabahi menjelaskan kedua bidang tanah yang menjadi obyek perkara tersebut adalah milik almarhum kedua orangtuanya, Jo Eng Bie dan Engelina Tan. Jo Eng Bie meninggal dunia tahun 1984 dan Engelina Tan meninggal dunia tahun 2018 silam.

Aditya Suhartoyo

Kala itu demikian Adiya, ayahnya Jo Eng Bie tercatat sebagai masih sebagai Warga Negara Asing (Tionghoa) sehingga semua harta warisan di Pelabuhan Kalabahi (tanah dan bangunan) tercatat atas nama Engelina Tan.

Untuk tanah  di Jembatan Hitam terang Adtya, ayahnya beli tahun 1974. Karena  belum menjadi WNI, dokumen tanah dibuat atas nama  Josep Kandars (Ipar Kandung dari Ayahnya) sebagai hak kelola. Baru pada tahun 1979/1980 ayahnya membangun rumah diatas tanah tersebut, tutur Adtya.

Aditya yang tidak lain  adik kandung suami Enny Anggrek, Suharto Jo (alm) ini mengatakan, dirinya mengugat Enny Anggrek karena menguasai kedua harta warisan yang bukan miliknya tetapi milik almarhum orang tua. Enny Anggrek  diduga mengelola kedua warisan tanpa membagi hasil kepadanya.

 “Ada yang bilang dapat surat hibah dari mama saya, oh tidak bisa. Mama saya hibah tidak melibatkan kami anak-anak kandung sebagai ahli waris langsung maka kami berhak mutlak untuk gugat,” tandas Aditya.

Aditya menilai  surat hibah tanah dari Enjelina Tan kepada Enny Anggrek adalah cacat hukum. Sebab dirinya bersama saudara lainnya sebagai anak kandung tidak dilibatkan bahkan tidak pernah tahu bahwa ada surat hibah tanah kepada Enny Anggrek.

Lukas Atalo, SH

Kuasa Hukum penggugat, Lukas Atalo, SH mengatakan kasus kliennya masih tahap persidangan di PN Kalabahi. Lukas Atalo optimis perkara ini akan dimenangkan oleh kliennya berdasarkan bukti dan keterangan saksi-saksi.  

“Jadi yang kami gugat adalah surat hibah. Dimana Enjelina Tan hibah tanah kepada Enny Anggrek dengan tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya, maka ini adalah perbuatan melawan hukum. Sehingga hukum menjamin kepada ahli waris lainnya itu untuk menuntut pengembalian hak mereka. Karena hak mereka itu adalah hak mutlak,” tandas Lukas Atalo.

Menurut Lukas Atalo, surat hibah Enjelina Tan kepada Enny Anggrek membuat yang bersangkutan menguasai harta warisan tersebut dengan tanpa membagi hasil kepada ahli waris lainnya. Ia menandaskan, pemberian hibah oleh pewaris harus memperhatikan persetujuan para ahli waris lainnya yaitu anak kandung dan jangan melanggar hak mutlak mereka. Sebab hak mutlak adalah bagian yang telah ditetapkan oleh undang-undang untuk masing-masing ahli waris.

Jadi, sekali lagi, jika dikatakan Enny Anggrek adalah ahli waris atau istri sah Suharto Jo iya benar. Tetapi perbuatan Enjelina Tan dengan memberikan surat hibah kepada Enny Anggrek tanpa persetujuan ahli waris lainnya, disitu undang-undang menjamin mereka untuk menuntut pengembalian hak mereka, terang Atalo sembari menandaskan kecuali saat itu Enjelina Tan sudah membagi-bagi harta warisan kepada semua anak-anak.

Lukas Atalo menegaskan, berdasarkan keterangan saksi-saksi di sidang PN Kalabahi, menyatakan tanah milik Enjelina Tan berlokasi di Pelabuhan Kalabahi, bagian utara berbatasan langsung dengan laut. Tidak ada tembok pembatas seperti kondisi saat ini.

Oleh sebab itu, jika pihak PT. Perum Pelabuhan Kalabahi merasa perlu untuk melakukan tanggapan atas perkara ini silahkan lakukan intervensi hukum ke PN Kalabahi. Apabila tidak, maka kalaulah putusan perkara nanti hasilnya dimenangkan oleh penggugat maka tanah lokasi PT. Perum Pelabuhan Kalabahi tersebut juga dikembalikan ke ahli waris Enjelina Tan sesuai tuntutan.

Untuk tanah  di Jembatan Hitam,  Atalo  menyayangkan pihak Pertanahan Alor yang menerbitkan  sertifikat tanah atas nama Enny Anggrek. “Ini kan aneh.  Diatas tanah itu kan sudah ada rumah milik Enjelina Tan. Koq bagaimana Pertanahan menerbitkan sertifikat orang lain lagi atas tanah yang sudah ada rumah orang lain,” tandas Atalo. *** morisweni

Pos terkait