KALABAHI,RADARPANTAR.com-Sinode GMIT menabiskan 21 vikaris menjadi pendeta GMIT, Selasa (26/07) di Jemaat GMIT Kamengtakali, Klasis Alor Tengah Utara. Melalui suara gembala, Sinode GMIT mengingatkan kepada para pendeta yang baru ditabis untuk tidak menjadi pendeta weekend yang Senin hingga Sabtu ada di Kota, Minggu pergi khotba kemudian shalom dan kembali kota.
Pendeta harus memiliki komitmen ada bersama di tengah-tengah jemaat sebagaimana yang disampaikan dalam khotba pentabisan oleh Pdt. Diana Oematan Siahaya, S.Th. Jangan jadi pendeta Weekend, yang hari Senin sampai Sabtu ada di tempat kos di Kota. Atau ada rumah yang tidak jelas dimana rumanya, padahal rumahnya ada di jemaat, lalu hari minggu pergi khotba lalu kemudian Shalom dan pulang. Seolah-olah seluruh pergumulan jemaat selesai melalui khotba di mimbar, pinta Sinode GMIT melalui suara gembala yang disampaikan Wakil Sekretarisnya, Pdt. Elisa Maplani, S.Th, M.SI di serimonial pentabisan 21 pendeta GMIT.
Pendeta menurut Maplani mesti ada di tengah-tengah jemaat, bagaikan Musa dan Harun berada di tengah-tengah jemaat. Kemana umat dituntun pergi, mereka berkemah di situ, ada di tengah-tengah jemaat. Bekerja sama dan saling menopang.
Kalau pergi hanya sekedar khotba, penatua juga bisa. Sekedar pemimpin PA, penatua juga bisa. Pendeta harus punya nilai lebih. Berpikir dan bertindak diluar kelasiman, pinta Maplani sembari mengaku jika punya dampak karena akan mengganggu kesimbangan sosial, ada nilai baru yang diperkenal dan akan mengganggu nilai-nilai yang ada.
Hari ini ada sebuah momentum iman, 21 orang ditabiskan dalam jabatan pendeta untuk melayani lingkup GMIT. Beberapa hari lalu penabisan di Borong, Hari Minggu lalu terjadi penabisan di Sabu Raijua, hari ini 21 orang ditabis di Alor. Akan ada penabisan di Wolowaru daratan Flores, akan ada penabisan di daratan Timor tanggal 9 Agustus 2022 dan akan ada penabisan untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang Daratan Semau, tambahnya.
Dengan ditabiskannya 97 orang dalam jabatan pendeta menambah daftar pendeta GMIT menjadi 1.516 orang pendeta, sebut Maplani.
Maplani mengaku, jauh sebelum negara menempatkan sarjana-sarjana ke pedesaan, GMIT telah menempatkan sarjana-sarjana di tengah-tengah keramaian kota bahkan di jauh terpencilnya dusun-dusun.
Menjadi pendeta dalam konteks GMIT kata Maplani, penuh dengan kompleksitas masalah, karenanya dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kualifikasi tertentu. Kita berhadapan dengan kompleksitas masalah yang berat, dan karena itu pendeta-pendeta GMIT diharapkan untuk tekun membaca Alkitab pada satu sisi tetapi juga tekun membaca ceritera-ceritera keprihatinan sosial masyarakat.
Dia menharapkan agar para pendeta GMIT hadir untuk memberi solusi, bukan menambah cetritera keprihatinan sosial.
Pemimpin harus menjadi bagian dari solusi, bukan menjadi bagian dari masalah. Hadir lah di tengah-tengah jemaat, membaca ceritera-cetitera keprihatinan sosial mereka yang mengemuka dan anda harus menjadi jawaban terhadap ceritera-ceritera keprihatinan sosial yang ada, pinta Maplani penuh harap.
Perlu kita sadari bersama gereja bukan satu-satunya institusi yang menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Sekali lagi, bukan satu-satunya institusi yang menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Tuhan dapat memakai siapa saja dan banyak cara untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Dalam kesadaran itu betapa pentingnya para pendeta berkolaborasi dan bersinergi dengan semua pihak, dengan pemerintah, dengan tokoh-tokoh jemaat, tokoh-tokoh ada, dengan lembaga-lembaga lain, dengan NGO yang ada dan semua komponen masyarakat, pintanya.
Hendak lah saudara-saudara ku berkolaborasi dan bersinergi dengan mereka untuk memberikan jawaban terhadap ceritera-ceritera keprihatinan sosial yang mengemuka, ujarnya sembari menambahkan, kembangkan terus spritualitas hidup dan etos pelayanan selaku hamba.
Menurutnya, hamba beda dengan tuan. Seorang hamba dalam hari-hari hidup dan pengabdiannya adalah untuk kesenangan tuannya. Seorang hamba tidak akan merampas hormat dan kemuliaan sang tuan. Hari-hari hidup pengabdian seorang hamba adalah kesenangan tuannya, untuk hormat dan kemuliaan tuannya.
Dia mengingatkan betapa pentingnya para pendeta membangun relasi-relasi sosial dan merawat hati jemaat. Relasi sosial perlu dibangun dan kehadiran kita adalah kehadiran untuk merawat hati jemaat.
Maplani minta jangan mereduksi makna pelayanan, seolah-olah khotba di mimbar dapat menyelesaikan semua soal … tidak! Relasi-relasi sosial akan sangat menolong bagi upaya menyelesaikan berbagai pergumulan pelayanan.
Tidak semua soal jemaat selesai lewat khotba di mimbar. Dan karena itu perjumpaan-perjumpaan dengan jemaat melalui visitasi dan percakapan-percakapan pastoral untuk merawat keprihatinan sosial di hati jemaat penting diperhatikan pendeta, pintanya menambahkan.
Jaga keseimbangan antara cinta pelayanan, cinta keluarga dan cinta terhadap diri. Etos pelayanan yang tinggi dengan disiplin melaksanakan pelayanan itu baik. Tetapi jangan karena pelayanan kemudian mengorbankan pelayanan, dan sebaliknya jangan keluarga mengorbankan pelayanan. Jangan juga karena pelayanan mengorbankan kesehatan diri.
Angka kematian di pendeta GMIT cukup tinggi. Dan kematian itu terjadi bagi para pendeta yang masih usia produktif. Dikarenakan etos pelayanan, disiplin pelayanan yang begitu kuat tidak dibaringi dengan keseimbangan dan kemampuan menjaga pola makan, pola isterahat, pola tidur dan sebagainya. Keseimbangan itu mesti dijaga, termasuk perhatian terhadap keluarga dan perawatan diri kita. Manfaatkan kita punya kerja sama dengan BPJS untuk memeriksa kesehatan ditengah-tengah rutinitas pelayanan yang begitu padat.
Kalau anda sehat, anda akan memberikan pelayanan secara maksimal kepada keluarga dab kepada jemaat Tuhan, tandas Maplani.
Maplani juga minta agar para pendeta menjaga soliditas dan kerja sama diantara para pelayanan, termasuk dengan majelis klasis, tokoh-tokoh jemaat dan semua komponen yang ada. Jangan tampil sebagai orang yang serba bisa. “Saya selalu mengingatkan, pendeta yang tampil serba bisa, rasa diri bisa, serba bisa, muaranya itu berbisa. Karena akan merusak persekutuan dan menghancurkan pelayanan,” ungkapnya.
Soliditas dan kerjasama itu penting. Kalau sudah rasa diri paling hebat di dalam gereja taruhannya adalah persekutuan, tetapi pada saat yang sama dia sedang menghancurkan dirinya karena merasa diri paling hebat di dalam gereja, jelas Maplani mengingatkan. *** morisweni