Sampaikan Eksepsi, Penasehat Hukum Minta Majelis Hakim TIPIKOR Bebaskan Khairul Umam Dari Dakwaan Penuntut Umum

Team Penasehat Hukum terdakwah Bahrudindari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Melkzon Beri, SH. M.Si dan Rekan dalam sidang lanjutan di Pengadilan TIPIKOR Kupang, Kamis (02/06). FOTO:ITM
Team Penasehat Hukum terdakwah Khairul Umam, ST dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Melkzon Beri, SH. M.Si dan Rekan dalam sidang lanjutan di Pengadilan TIPIKOR Kupang, Kamis (02/06). FOTO:ITM

RADARPANTAR.com-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) pada Pengadilan Negeri Kelas 1 Kupang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2019 di Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Kamis (02/06). Sidang lanjutan ini  untuk mendengar eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan penuntut umum. Dalam ekseksinya, Penasehat Hukum (PH) Kahirul Umam, ST, Melkzon Beri, SH, M.SI dan rekan minta agar majelis hakim Pengadilan TIPIKOR Kupang membebaskan kliennya dari segala dakwaan penuntut umum dan dibebaskan dari tahanan. 

Selaku kuasa hukum terdakwa Khairul Umam, kami meminta kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk berkenan memberikan putusan sela yang amarnya,  menyatakan terdakwa Khairul Umam bebas dari segala dakwaan penuntut Umum dengan perintah agar terdakwa Khairul Umam dikeluarkan dari dalam tahanan, demikian salah satu permintaan Tim Penasehat Hukum Khairul Umamyang terdiri dari, Melkzon Beri, SH.M.Si,  Elvianus Goo,SH,  Marlen Patresya Baoen, SH,  Priscilla Tazia Sulaiman, SH. MH dan Valentia Latumahina, SH. MH dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Melkzon Beri, SH. M.Si dan Rekan yang berkantor di Jalan  TDM 1, Gg. Komodo 2,  RT 01,  RW 01,  Kelurahan Tuak Daun Merah, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT dalam eksepsi terhadap dakwaan penuntut umum yang disampaikan melalui aplikasi whatsApp kepada media ini.   

Bacaan Lainnya

Dalam sidang yang dipimpin  Majelis Hakim, Derman Parlungguan Nababan, SH. MH selaku Ketua Majelis,  dengan hakim anggota, Lizbet Adelina, SH dan Anak Agung Gde  Oka Mahardika, SH itu Melkzon Beri dan kawan-kawan juga  minta kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi Tim Penasehat Hukum terdakwa Khairul umam untuk seluruhnya dan menyatakan dakwaan Penuntut Umum tertantanggal 17 Mei 2022 atas nama terdakwa Khairul Umam batal demi hukum serta membebankan biaya perkara kepada negara. 

Menurut Melkzon Beri dan rekan, pengajuan eksepsi ini tidak mengurangi rasa hotmat kepada penuntut umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga pekerjaaannya,  serta tidak semata-mata mencari kesalahan ataupun menyanggah secara apriori atas surat dakwaan, tetapi  ada hal yang sangat fundamental dalam penegakan hukum sebagaimana adegium Fiat Justitia Ruat Caelum. 

Karenanya selaku ketua tim penasehat hukum, Melkzon Beri, SH, M.Si  menegaskan, eksepsi ini sebagai upaya sungguh-sungguh untuk mendudukan surat dakwaan pada posisi yang sebenarnya dengan menyoroti aspek formil dan aspek materil, sebab Surat dakwaan menempat posisi sentral dalam pemeriksaan, yang untuk masing-masing pihak dalam persidangan surat dakwaan berfungsi bagi Majelis Hakim merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, serta dasar pertimbangan dalam penjatuhan putusan,  bagi Penuntut Umum merupakan dasar pembuktian/analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum, sedang bagi terdakwa dan penasehat hokum merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan.

Melkzon Beri yang juga Advokat Peradi ini menambahkan,  surat dakwaan itu ada dasar hukum pembuatan, yaitu Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP, jo surat edaran Jaksa Agung RI No. SE-004/JA/11/1993 tentang pembuatan surat dakwaan. Menurutnya, ada dua  syarat mutlak dalam pembuatan surat dakwaan yakni syarat formil dan syarat materil. Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil dapat dibatalkan. Dan  surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil batal demi hokum.

Pengacara asal  Nusa Kenari yang sedang bersinar di Kota Kupang ini dalam  eksepsi  lebih menyoroti syarat materil yang sesuai surat edaran Jaksa Agung RI terdiri dari  8 komponen antara lain, tindak pidana yg dilakukan, siapa yang melakukan tindak pidana tersebut, dimana tindak pidana itu dilakukan, bilamana/kapan tindak pidana itu dilakukan, bagaimana tindak pidana itu dilakukan, akibat apa yang ditimbulkan  tindak pidana tersebut, apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana itu dan ketentuan pidana yang diterapkan. 

Dari 8 komponen syarat materil surat dakwaan demikian Beri,  eksepsi pihaknya merujuk pada dua  komponen yakni surat dakwaan penuntut umum tertangal 17 Mei 2022 tersebut tidak memberikan menggambarkan secara bulat dan utuh tentang bagaimana tindak dilakulan oleh terdakwa sebagaimana syarat materil surat dakwaan yang diamanatkan dalam Surat Edaran Jaksa Agung. 

Dikatakan demikian karena dalam surat dakwaan penuntut telah menguraikan asal muasal terjadinya tindak pidana yaitu pada tahun 2019, Dinas Pendidikan Kabupaten Alor mendapatkan dana alokasi khusus sebesar Rp. 26.339.936,371, lalu Rp. 7.350.655 .696 diantaranya dimanfaatkan untuk membiayai 4 jenis kegiatan dan bagaimana rangkaian peristiwa hukumnya yang memperlihatkan terdakwa Khairul Umam sebagai subjek yang melakukan tindak pidana. Penuntut umum tidak menguraikan secara jelas dan terang. Dalam surat dakwaan, penuntut umum hanyalah menguraikan sejumlah organ berdasarkan Lampiran 1 Permendikbud Nomor  1 Tahun 2019 tentang peran P2S,  pemenuhan persyaratan fasilitator, pemenuhan persyaratan teknis dan emahaman tentang gambar teknis, selanjutnya dikaitkan dengan dimensi fakta.

Selanjutnya terangnya, oleh penuntut umum menyelipkan uraian tentang saksi Albert Nimrod Owpoly menunjuk terdakwa Khairul Umam sebagai PPK, dengan uraian tugas yg jelas berdasarkan SK pengangkatan. 

Mekzon Beri menambahkan dari uraian dakwaan tersebut,  tampak adanya lonjakan logika,  dimana penuntut umum lebih menonjolkan peran saksi Albert N. Owpoly dalam Pengelolaan DAK TA. 2019 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, sedangkan terdakwa Khairul Umam dalam kedudukan dan jabatan sebagai PPK yang memberi sumbangsih untuk terjadinya tindak pidana terkesan samar dan sumir, bahkan  cenderung tidak tampak.  Nah fakta yang demikian, memperlihatkan bahwa rumusan secara lengkap, jelas dan tepat mengenai perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaan lengkap dan tercecer, menimbulkan kekaburan atau penuh keragu-raguan, tidak terang dan membutuhkan lagi penafsiran. Sehingga terhadap hal ini maka surat dakwaan penuntut Umum tidak memenuhi syarat materil menyebabkan surat dakwaan haruslah batal demi hokum. 

Materi eksepsi yang kedua menurut Beri  adalah bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak memberikan gambaran secara bulat dan utuh tentang akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana sebagaimana syarat materil surat dakwaan yang diamanatkan dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI.

Menurut Melkzon Beri, berbeda dengan tindak pidana umum,  dalam tindak pidana korupsi, akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana adalah kerugian keuangan negara,

Dalam surat dakwaan tambah Melkzon Beri, penuntut umum telah menguraikan akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana in cassu kerugian negara, untuk 4 paket kegiatan yakni, kegiatan pembangunan gedung perpustakaan sekolah dan Laboratorium IPA dengan kerugian negara akibat kelebihan pembayaran Rp. 375.573.851,12. 2. Kegitan rehabilitasi sedang berat perpustakaan sekolah dengan kerugian negara Rp. 303.819,297,67.  Kegiatan pengadaan meubiler Rp. 243.902.331 sehingga totalnya Rp.  923.295,479,79. 

Lalu kemudian terkait kemahalan harga atas 54 paket Meubiler sebesar Rp. 792.757.212, 28. Surat  dakwaan ternyata masih bersifat potensi, tetapi oleh penuntut umum menghitungnya sebagai kerugian negara. Kerugian negara yang bersifat potensi ini tidak dikenal dalam UU Perbendaharaan Negara, yakni UU Nomor  1 Tahun 2004,  jo Putusan MK Nomor: 25/PUU-XIV/2016. Yang  dikenal adalah kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya.

Lalu kemudian terang Beri, diakhir surat dakwaan penuntut menyimpulkan bahwa akibat perbuatan terdakwa Khairul Umam bersama dengan saksi Albert N. Owpoly mengakibat kerugian keuangan negara dengan  total Rp.1.716.052.692,07 atau Rp. 1. 340.478.840,95 sehingga menjadi kabur karena ada 2 besaran kerugian negara,

Jika dicermati secara seksama terkait kerugian sebesar Rp.1. 716.052.692,07 tersebut maka dipastikan penuntut umum telah menyelundupkan kerugian keuangan negara yang masih bersifat potensi sebesar Rp. 792.757.212,28 lalu untuk kerugian negara sebesar Rp. 1.340.478.840.95 tersebut dipastikan penuntut umum telah menghilangkan/menghapus kerugian negara untuk kegiatan pembangunan gedung perpustakaan sekokolah dan Lab IPA sebesar Rp. 375.573.851,12, selanjutnya menyelundupkan lagi kerugian keuangan negara yang masih bersifat potensi sebesar Rp.  792.757.212,28. 

Melkzon menambahkan terkait kerugian negara ini dalam surat dakwaan penuntut umum merujuk pada 4 Dokumen LHP dari Inspektorat Daerah Kabupaten  Alor, sehingga kalau 4 LHP ini dijumlahkan nilai kerugiannya hanya akan mendapatkan 1 kerugian total, dan sangat tidak mungkin 4 dok LHP tersebut merekomendasikan 2 besaran kerugian negara. 

Dari fakta ini maka uraian dakwaan terkait akibat tindak pidana berupa kerugian negara menurut Melkzon Beri, penuh keraguan-raguan, tidak bulat dan utuh, serta menimbulkan multy tafsir. Dan  oleh karenanya uraian dakwaan yang demikian, tidak memenuhi syarat materil surat dakwaan sebagaimana mana Surat Edaran Jaksa Agung RI sehingga harus lah  dinyatakan batal demi hokum. 

Melkzon Beri mengaku sudah menyerahkan  dokumen eksepsi  Majelis Hakim dan  penuntut Umum.  Majelis Hakim meminta tanggapan penuntut umum atas eksepsi  secara tertulis sehingga sidang akan dilanjutkan pekan depan yakni,  Kamis 9 juni 2022 dengan agenda jawaban penuntut umum. *** morisweni  

Pos terkait