Pengiriman Tenaga Kerja Asal Alor ke Morowali Merupakan Kejahatan TPPO, Proses Hukum Naik Penyidikan

Didampingi Kasat Reskrim IPTU. Ansel Lesa, SH, Kapolres Alor AKBP. Nur Azhari sedang memberikan keterangan dalam jumpa pers dengan pekerja media. FOTO: OM MO/RPA
KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kepolisian Resort Alor menetapkan pengiriman 119 tenaga kerja asal Kabupaten Alor ke Morowali Sulawesi Tengah sebagai kejahatan tindak perdagangan orang (TPPO). Proses hukumnya naik tahap penyidikan, polisi sudah kantongi calon tersangka. Kepolisian Resor Alor resmi menetapkan perekrutan dan pengiriman tenaga tenaga kerja asal Kabupaten Alor Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur ke Morowali Propinsi Sulawesi Tengah sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebanyak 119 orang Alor menjadi korban dalam proses pengiriman kerja yang dilakukan secara ilegal dan tidak prosedural oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan perusahaan perekrutan tenaga kerja, sebut Kapolres Alor AKBP Nur Azhari, SH dalam jumpa pers dengan pekerja media di Aula Bhara Daksa Mapolres Alor, Senin (23/06/2025). Menurut Azhari kasus ini bermula pada April 2025, ketika dua orang berinisial HL dan HD melakukan perekrutan tenaga kerja menggunakan nama perusahaan PT. Quality Technology Contractor Power Indonesia, namun dicegah karena tidak sesuai prosedur. Tak lama berselang, keduanya dihubungi oleh seseorang berinisial AP yang mengaku memiliki perusahaan resmi bernama PT. Garuda Asia Timur Indonesia. AP berusaha menyakinkan HL dan HD bahwa perusahaannya memiliki izin resmi dan sedang membutuhkan tenaga kerja untuk proyek konstruksi di Kota Industri Morowali, Sulawesi Tengah, dengan janji gaji antara Rp. 6 Juta hingga Rp7,5 Juta, fasilitas kamar ber-AC, makan tiga kali sehari dan transportasi kerja,“ ungkap Azhari yang dalam jumpa pers didampingi Kasatreskrim IPTU. Anselmus Leza, SH dan Kanit Tipiter AIPTU. Suherman. Ditambahkan Azhari, dari semua calon pekerja telah dipungut biaya. Untuk posisi koordinator lapangan (korlap) sebanyak 13 (tiga belas) orang sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per orang dengan total Rp. 6. 500.000 (enam juta lima ratus ribu rupiah). Sedang untuk calon pekerja sebanyak 106 (seratus enam) orang Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dengan total Rp. 26.500.000 (dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) sehingga total uang diterima sebesar Rp. 33.000.000 (tiga puluh tiga juta rupiah). Uang pungutan itu disetorkan oleh calon pekerja dan calon Korlap kepada HL dan HD. Selanjutnya uang pungutan tersebut dikrim oleh HL dan HD ke AP melalui rekening Bank BCA secara bertahap sesuai dengan setoran dari calon pekerja. Pria kelahiran Alur Selebu, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ini menjelaskan para calon tenaga kerja ini hanya dimintai KTP dan disuruh buat Rekening Bank BRI. Pada Hari Sabtu Tanggal 14 juni 2025 sekitar pukul 05.00 Wita para calon pekerja diberangkatkan dari Kabupaten Alor melalui Pelabuhan Dulionong, Kelurahan Binongko, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mengunakan Kapal Tol Laut Sabuk Nusantara 82 dengan tujuan Pelabuhan Kendari. Pada Hari Selasa tanggal 17 Juni 2025 sekitar pukul 05.00 Wita, 119 orang sampai di pelabuhan Kendari, akan tetapi pada saat itu tidak ada saudara AP atau pihak PT. Garuda Asia Timur Indonesia yang menjemput para pekerja sesuai dengan kesepakatan awal dengan alasan bahwa PT. Garuda Asia Timur Indonesia tidak terdaftar pada pekerjaan kontruksi di Morewali, Sulawesi Tengah, sehingga membuat keresahan dan keributan dari para pekerja. Kondisi itu menimbulkan kepanikan dan kekecewaan para korban. Sekitar pukul 18.00 WITA, muncul perusahaan lain yaitu PT. Quality Technology Contractor Power Indonesia yang menawarkan pekerjaan dengan fasilitas dan sistem berbeda. Sebanyak 20 orang korban memilih menolak dan memutuskan untuk kembali ke Alor. Sisanya menerima pekerjaan dari perusahaan tersebut. “PT. Garuda Asia Timur Indonesia tidak terdaftar sebagai perusahaan perekrut tenaga kerja di instansi pemerintah yang berwenang,” jelas AKBP Nur Azhari yang sebelumnya bertugas sebagai Kasubdit 3 Intelkam Polda Aceh. Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain, sebut AKBP Nur Azhari, PT Garuda Asia Timur tidak memiliki surat izin usaha perekrutan dari Kemenaker, juga tidak memiliki SPP AKAD (Surat Persetujuan Penempatan Antar Daerah). PT Garuda Asia Timur juga tidak memiliki surat pengantar dari Disnaker Provinsi maupun Kabupaten, serta mereka tidak ada surat perjanjian penempatan yang sah. Dalam proses rekrutmen, PT Garuda Asia Timur Indonesia juga tidak melibatkan petugas antar kerja resmi, tidak ada surat izin dari orang tua, pasangan, atau wali korban, dan tidak melakukan verifikasi administrasi pada aplikasi “SIAP KERJA”. “Terkait pungutan uang dari pencari kerja, tindakan tersebut melanggar Pasal 11 ayat (1) huruf c Permenaker Nomor 18 Tahun 2024, yang secara tegas melarang perusahaan menarik biaya dari calon tenaga kerja dalam negeri, ” tegas alumnus Sepa Polri dengan pengalaman panjang di bidang Intelkam ini. Menurut Nur Azhari, barang bukti yang diamankan berupa 84 lembar bukti transfer dari H.D, dan 7 lembar dari H.L, ke rekening milik A.P. Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, karena telah melakukan perekrutan, pengangkutan, dan pengiriman orang dalam posisi rentan dengan cara menyesatkan dan melanggar hukum. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang DAN Tindak pidana Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdangangan orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Undang-undang republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman pidana adalah paling singkat 3 tahun penjara dan paling berat 15 tahun penjara. Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap HL dan HD, satu orang lainnya HLL hadir memenuhi panggilan hari ini. Sementara AP masih dalam proses lidik. Hari ini juga dilakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka, ujar Azhari. Polres Alor juga menyoroti bahwa para korban berada dalam posisi rentan, yaitu kondisi yang membuat seseorang mudah dimanipulasi atau dieksploitasi karena keterbatasan informasi, tekanan ekonomi, dan ketidakmampuan untuk menolak tawaran. Aidha Aryanti Enga, istri dari korban Jamaludin Djaha, menyampaikan laporan atas ketidakhadiran suaminya yang berangkat mencari kerja ke Morowali. Sejumlah saksi lain adalah orang tua dan wali dari korban-korban lain yang ikut diberangkatkan. *** morisweni

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kepolisian Resort Alor menetapkan pengiriman 119 tenaga kerja asal Kabupaten Alor ke Morowali Sulawesi Tengah sebagai kejahatan tindak perdagangan orang (TPPO). Proses hukumnya naik tahap penyidikan, polisi sudah kantongi calon tersangka.

Kepolisian Resor Alor resmi menetapkan perekrutan dan pengiriman tenaga tenaga kerja asal Kabupaten Alor Alor Propinsi Nusa Tenggara Timur  ke Morowali Propinsi  Sulawesi Tengah sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebanyak 119 orang Alor menjadi korban dalam proses pengiriman kerja yang dilakukan secara ilegal dan tidak prosedural oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan perusahaan perekrutan tenaga kerja,  sebut Kapolres Alor AKBP Nur Azhari, SH dalam jumpa pers dengan pekerja media di Aula Bhara Daksa Mapolres Alor, Senin (23/06/2025).

Bacaan Lainnya

Menurut Azhari   kasus ini bermula pada April 2025, ketika dua orang berinisial HL dan HD melakukan perekrutan tenaga kerja menggunakan nama perusahaan PT. Quality Technology Contractor Power Indonesia, namun dicegah karena tidak sesuai prosedur. Tak lama berselang, keduanya dihubungi oleh seseorang berinisial AP yang mengaku memiliki perusahaan resmi bernama PT. Garuda Asia Timur Indonesia.

AP berusaha menyakinkan HL dan HD bahwa perusahaannya memiliki izin resmi dan sedang membutuhkan tenaga kerja untuk proyek konstruksi di Kota Industri Morowali, Sulawesi Tengah, dengan janji gaji antara Rp. 6 Juta hingga Rp7,5 Juta, fasilitas kamar ber-AC, makan tiga kali sehari dan transportasi kerja,“  ungkap Azhari yang dalam jumpa pers didampingi Kasatreskrim IPTU. Anselmus Leza, SH dan Kanit Tipiter AIPTU. Suherman.

Ditambahkan Azhari, dari semua calon pekerja telah dipungut biaya. Untuk posisi koordinator lapangan (korlap) sebanyak 13 (tiga belas) orang sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per orang dengan total Rp. 6. 500.000 (enam juta lima ratus ribu rupiah). Sedang untuk calon pekerja sebanyak 106 (seratus enam) orang Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dengan total Rp. 26.500.000 (dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) sehingga total uang diterima sebesar Rp. 33.000.000 (tiga puluh tiga juta rupiah).

Uang pungutan itu disetorkan oleh calon pekerja dan calon Korlap kepada HL dan HD. Selanjutnya uang pungutan tersebut dikrim oleh HL dan HD ke AP melalui rekening Bank BCA secara bertahap sesuai dengan setoran dari calon pekerja.

Pria kelahiran Alur Selebu, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) ini menjelaskan para calon tenaga kerja ini hanya dimintai KTP dan disuruh buat Rekening Bank BRI. Pada Hari Sabtu Tanggal 14 juni 2025 sekitar pukul 05.00 Wita para calon pekerja diberangkatkan dari Kabupaten Alor melalui Pelabuhan Dulionong, Kelurahan Binongko, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan mengunakan Kapal Tol Laut Sabuk Nusantara 82 dengan tujuan Pelabuhan Kendari. Pada Hari Selasa tanggal 17 Juni 2025 sekitar pukul 05.00 Wita, 119 orang sampai di pelabuhan Kendari, akan tetapi pada saat itu tidak ada saudara AP atau pihak PT. Garuda Asia Timur Indonesia yang menjemput para pekerja sesuai dengan kesepakatan awal dengan alasan bahwa PT. Garuda Asia Timur Indonesia tidak terdaftar pada pekerjaan kontruksi di Morewali, Sulawesi Tengah, sehingga membuat keresahan dan keributan dari para pekerja.

Kondisi itu menimbulkan kepanikan dan kekecewaan para korban. Sekitar pukul 18.00 WITA, muncul perusahaan lain yaitu PT. Quality Technology Contractor Power Indonesia yang menawarkan pekerjaan dengan fasilitas dan sistem berbeda. Sebanyak 20 orang korban memilih menolak dan memutuskan untuk kembali ke Alor. Sisanya menerima pekerjaan dari perusahaan tersebut.

“PT. Garuda Asia Timur Indonesia tidak terdaftar sebagai perusahaan perekrut tenaga kerja di instansi pemerintah yang berwenang,” jelas AKBP Nur Azhari yang sebelumnya bertugas sebagai Kasubdit 3 Intelkam Polda Aceh.

Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain, sebut AKBP Nur Azhari, PT Garuda Asia Timur tidak memiliki surat izin usaha perekrutan dari Kemenaker, juga tidak memiliki SPP AKAD (Surat Persetujuan Penempatan Antar Daerah). PT Garuda Asia Timur juga tidak memiliki surat pengantar dari Disnaker Provinsi maupun Kabupaten, serta mereka tidak ada surat perjanjian penempatan yang sah. Dalam proses rekrutmen, PT Garuda Asia Timur Indonesia juga tidak melibatkan petugas antar kerja resmi, tidak ada surat izin dari orang tua, pasangan, atau wali korban, dan tidak melakukan verifikasi administrasi pada aplikasi “SIAP KERJA”.

“Terkait pungutan uang dari pencari kerja, tindakan tersebut melanggar Pasal 11 ayat (1) huruf c Permenaker Nomor 18 Tahun 2024, yang secara tegas melarang perusahaan menarik biaya dari calon tenaga kerja dalam negeri, ” tegas alumnus Sepa Polri dengan pengalaman panjang di bidang Intelkam ini.

Menurut Nur Azhari,  barang bukti yang diamankan berupa 84 lembar bukti transfer dari H.D, dan 7 lembar dari H.L, ke rekening milik A.P. Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, karena telah melakukan perekrutan, pengangkutan, dan pengiriman orang dalam posisi rentan dengan cara menyesatkan dan melanggar hukum.

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang DAN Tindak pidana Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdangangan orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Undang-undang republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman pidana adalah paling singkat 3 tahun penjara dan paling berat 15 tahun penjara.

Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap HL dan HD, satu orang lainnya HLL hadir memenuhi panggilan hari ini. Sementara AP masih dalam proses lidik. Hari ini juga dilakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka,  ujar  Azhari.

Polres Alor juga menyoroti bahwa para korban berada dalam posisi rentan, yaitu kondisi yang membuat seseorang mudah dimanipulasi atau dieksploitasi karena keterbatasan informasi, tekanan ekonomi, dan ketidakmampuan untuk menolak tawaran.

Aidha Aryanti Enga, istri dari korban Jamaludin Djaha, menyampaikan laporan atas ketidakhadiran suaminya yang berangkat mencari kerja ke Morowali. Sejumlah saksi lain adalah orang tua dan wali dari korban-korban lain yang ikut diberangkatkan.  *** morisweni

Pos terkait