KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penanggulangan Badai Siklon Seroja Wilayah NTT-NTB Widiarto memantau pembangunan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, bendungan, bendung dan longsoran yang dibangun PT PP. Dalam kunjungan ini, Widiarto memotivasi dan mendorong BUMN tertua ini agar pekerjaan infrastruktur publik dan perumahan cepat selesai dan dinikmati oleh masyarakat.
Kita suport lah, pembangunan infrastruktur publik yang rusak akibat Seroja kita juga ingin cepat selesai supaya masyarakat sudah bisa nikmati hasilnya, sebut Widiarto kepada pers di sela-sela mengunjungi pembangunan infrastruktur publik di beberapa titik di Kabupaten Alor, Jumat (11/03).
Dalam kunjungan itu Kasatgas Penanggulangan Badai Siklion Seroja 4 April 2021 silam didampingi Kepala Bapelitbang Kabupaten Alor Obet Bolang, S.Sos, Kepala Balai Sungai NTT 2, sejumlah petinggi PT PP diantaranya Alexander dan Widiarta serta anggota rombongan lainnya.
Sebagaimana yang disaksikan wartawan media ini, hampir di semua titik baik di bendungan, longsoran, jalan dan jembatan, Widiarto secara teliti bahkan sesekali mengetes sarana pendukungan bendungan yang rata-rata sudah hampir rampung dibangun PT PP.
Tak ada yang tersisa, semua infrastruktur publik yang dibangun pasca Seroja, mulai dari Bendung Waisika, Bendung Lembur, Bendungan Tuleng hingga jembatan Hirauri, jembatan Padang Panjang, beberapa titik rawan longsor di KM 85 menuju Maritaing yang dibangun atau dipulihkan PT PP secara teliti diawasi satu persatu oleh orang nomor satu di Satgas Penanggulangan Badai Siklon Seroja dalam kunjungan dimaksud.
Dikatakan Widiarto, sekitar 500 lebih lokasi di seluruh NTT yang dibangun pasca Badai Siklon Seroja 4 April 2021 silam. ada bendung, ada bendungan, ada jembatan, ada longsoran, jaringan air minum, perumahan dan beberapa yang lain.
Dia awal-awal pada tiga pertama pasca Badai Siklon Seroja menurut Widiarto, kita disamping menginventarisir, mendesain kemudian baru mulai melakukan perbaikan ini kita juta waktu itu mendukung pembersihan lapangan karena banyak tanah longsoran di Adonara dan Lembata. Kemudian pengungsi waktu itu kan banyak, kita suport dengan hidran umum itu ratusan jumlahnya, semuanya tersebar.
Setelah itu kita mulai paralel melakukan pembangunan kembali infrastruktur terdampak diantaranya ada jalan, jembatan bendung dan banyak kegiatan yang rata-rata sudah mulai selesai.
Di Alor itu ada jembatan Hirauri, Padang Panjang, tiga unit bendung di Mainang, kemudian Bendung di Waisika, Bukapiting. Kalau rumah-rumah itu banyak di Pulau Pantar yang tersebar di Desa Bunga Bali, Desa Kaleb, Desa Nulle, Desa Lalafang di Kecamatan Pantar Timur dan Desa Tamakh di Kecamatan Pantar Tengah, totalnya mencapai 386 unit rumah.
“Duluh usulannya Pak Bupati banyak … cuman kita tergantung kembali kepada lahan … ada atau nggak. Waktu itu kita berjuang bersama Pak Obet (Kepala Bapelitbang Alor) untuk yang Alor tetapi itu kan masuk kawasan hutan. Sampai sekarang belum keluar ijinnya,” ujar Widiarto.
Kalau semua usulan di awal-awal itu kan kita invenatarisir, termasuk surat-surat Gubernur NTT dan Bupati Alor kita tampung semua. Kaya relokasi itu kita tampung semuanya tetapi kembali lagi bahwa yang relokasi butuh lahan kan. Kalau lahannya nggak ada ya kita tidak bisa berbuat banyak.
Untuk jalan yang rusak akibat Badai Siklon Seroja kita bagi tugas, mana yang kita tangani, mana yang propinsi, mana yang kabupaten tangani. Kita menangani berdasarkan surat dari Gubernur NTT. Kan banyak jalan propinsi dan jalan kabupaten itu dulu diinventarisir terus melalui Gubernur NTT dikirim ke Pak Menteri, na itu yang kita tangani. Kalau di luar itu berarti pemerintah daerah sendiri yang akan menangani.
Jadi, demikian Widiarto, yang ditangani di Alor oleh Kementrian PUPR melalui PT PP, baik itu perumahan, bendungan, jalan, longsoran itu semuanya berdasarkan usulan pemerintah daerah melalui pemerintah propinsi kepada kementrian. Semua usulan pemerintah daerah ditangani atau ditindak lanjuti oleh pemerintah pusat, kecuali lahannya anggak ada. Kita mau taruh dimana.
Soal kualitas jalan, bendungan dan perumahan yang dibangun pemerintah melalui PT PP saya kira baik lah, kata Widiarto memuji.
Karena ini namanya penugasan. Penugasan itu pemerintah bayarnya nanti. Kerja baru bayar. Kalau kontrak kan begitu dapat kontrak dapat uang muka, dapat termin … inikan tidak.
Menurut Widiarto, prinsipnya yang namanya bencana alam, penugasan itu selesaikan dahulu, dihitung baru berapa yang harus pemerintah bayar.
Menanggapi pertanyaan wartawan soal batas waktu pelaksanaan pembangunan pasca Badai Siklon Seroja April 2021 silam, Widiarto menegaskan tidak ditentukan batas waktu pelaksanaan. “Kan susah kita … kaya beginikan susah. Mereka nggak kita bayar koq mau dikasih batas waktu, nggak ada yang mau nanti,” sebut Widiarto.
Mengenai material dan pajak itu terang Widiarto, semuanya dihitung dan dibayar. Sama seperti kontrak biasa, restribusi galian C yang harus dibayar itu sama.
Soal tenaga kerja Widiarto mengaku sejak awal pihaknya sudah mengingatkan kepada PT PP bahwa ini kan daerah terdampak Badai Siklon Seroja, semaksimal mungkin gunakan tenaga lokal supaya mereka juga bisa ada tambahan penghasilan. Kita ikut aturan dalam hal ini Perda, kalau ada aturan bayar, asal jangan melanggar aturan.
Perumahan yang dibangun pasa Badai Siklon Seroja menurut Widiarto, medannya termasuk berat. PT PP itu akhirnya buka akses berapa kilo. Buka akses saja butuh waktu, butuh perjuangan sendiri.
Setelah ini selesai semua dibangun, kalau itu jalan propinsi atau jalan kabupaten maka kita serahkan ke daerah.
Kemudian terang Widiarto, untuk relokasi yang kita harapkan nanti setelah selesai kita serahterimakan ke Pemda dan juga ke masyarakat. Nah itu kita bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat memelihara jaringan sanitasi yang kita bangun, jaringan air minumnya, kemudian kebersihannya, lingkungannya.
Widiarto mengaku pembangunan perumahan untuk merelokasi warga di Pulau Pantar itu memang agak lambat karena nyari tanahnya juga susah waktu itu. *** morisweni