Kelompok Nelayan Lewalu-Ampera Tolak Deklarasi Larang Tangkap Hiu Tikus

Ini warga Desa Lewalu yang divonis nelayan dadakan oleh Kades Lewalu. FOTO:MORISWENI/RADARPANTAR.com
Ini warga Desa Lewalu yang divonis nelayan dadakan oleh Kades Lewalu. FOTO:MORISWENI/RADARPANTAR.com

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kelompok Nelayan asal Desa Lewalu dan Desa Ampera Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor menolak deklarasi larangan tangkap hiu tikus yang difasilitasi Thresher Shark Indonesia beberapa waktu silam.  Pasalnya, penangkapan hiu tikus merupakan mata pencarian yang sudah diwariskan leluhur mereka menghidupkan kebutuhan ekonomi, termasuk menyekolahkan anak.  

Kita merasa dirugikan karena dilarang memancing ikan hiu lagi, padahal kita mancing ikan hiu itukan kita pung mata pencarian, kalau kita tidak pergi pancing ikan hiu lagi na kita mau kasih makan kita pung anak istri dengan apa, tandas Sekretaris Komunitas Nelayan Desa Lewalu, Numinson Maro kepada pers akhir pekan silam.

Bacaan Lainnya

.

Selain menolak deklarasi larang tangkap hiu tikus, Maro yang kala itu didampingi 20-an nelayan lainnya mengaku kaget dengan klaim bahwa tempat mencari mereka sebagai nelayan selama ini sudah menjadi kawasan konservasi. “Salah satunya lagi kita punya tempat pancing itu sekarang mereka bilang itu kawasan konservasi.  Kita juga berpikiri ke depan kita punya anak cucu mau mencari dimana, itu tempat itu satu-satunya tempat kita mencari sejak dari nenek moyang,” sebut Maro.

Menurut Maro, deklarasi larangan tangkap hiu tikus yang difasilitasi  Thresher Shark Indonesia tidak melibatkan semua nelayan yang ada di Desa Lewalu dan Desa Ampera. Karena itu larangan itu hanya berlaku bagi 9 orang nelayan asal dua desa di Kecamatan Alor Barat Laut yang menerima bantuan. Sedangkan nelayan lainnya tetap melakukan aktivitas menangkap ikan hiu sebagaimana yang telah diwariskan leluhur dan sudah dijadikan sebagai mata pencarian.

Mereka buat deklarasi larangan untuk tidak boleh pancing ikan hiu dan serah terima bantuan itu bilang mereka libat kita semua nelayan bahwa kita semua berkomitmen untuk tidak boleh pancing ikan hiu lagi. Padahal kenyataannya kita tidak berkomitmen seperti itu, mereka tidak pernah omong kita, ujar Maro. 

Maro mengaku, ia dan 20-an nelayan  ini pemancing aktif ikan hiu tikus, bukan pemancing musiman, tetapi mereka katakan kita ini pemancing musiman.

Sejak 2018 berada di Lewalu dan Ampera demikian Maro, mereka selalu melarang agar nelayan di wilayah itu jangan pancing ikan hiu. Pertama itu kalau kita tangkap itu mereka bayar kemudian kita lepas. Sekarang mereka omong lagi bilang mancing ikan hiu sama dengan kita bom ikan.  Kita semua tahu bahwa bom dengan mancing inikan beda.  Bom itu pasti merusak ekosistim laut, tetapi pancing inikan tidak merusak sesuatu.

Maro menjelaskan, Thresher Shark Indonesia  memberikan paket bantuan kepada nelayan  tetapi  hanya beberapa orang saja, kita yang lain tidak.  Karena itu,  yang  Thresher Shark Indonesia berikan bantuan itu yang omong aturan larangan tangkap ikan hiu dengan mereka, yang 9 orang nelayan. “Kami yang lain tetap melakukan aktivitas sehari-hari, kita tetap pancing di kita punya tempat.  

Mereka datang omong dengan kita itu lain tetapi pelaksanaannya lain. Awalnya kita didata semua tetapi berikan bantuan itu lain, tidak merata,” ungkap Maro.

Maro mengaku, diundang pergi oleh Thresher Shark Indonesia tetapi tanpa sepakat dengan pihaknya, mereka langsung mengambil inisiatif sendiri bahwa kita sudah sepakat dan berjanji membuat pernyataan untuk tidak tangkap ikan hiu lagi.

Kami sudah tangkap ikan  hiu sejak nenek moyang, sudah merupakan mata pencarian. Lokasinya  diantara  Pulau Pura dan Mulut Kumbang,  

Dikatakannya, harga 1 ekor hiu tikus biasanya dijual  ke pemborok itu mereka ambil dengan harga Rp. 700 ribu lebih, kalau kita jual sendiri bisa mencapai Rp. 1 juta.  

Dari Thresher Shark Indonesia para nelayan mendapat informasi bahwa alasan  larangan tangkap ikan hiu itu karena hiu tikus ini sudah merupakan satwa langka, hiu ini dilindungi.

“Kalau mereka datang omong dengan kita bahwa hiu ini dilindungi kita juga mengerti, tetapi setidaknya apa … solusi terhadap kita apa,” katanya sembari menambahkan, kita juga berpikiri ke depan kita punya anak cucu mau mencari dimana, ini satu-satunya tempat kita mencari sejak dari nenek moyang.

Nelayan lainnya,  Isran Bali mengatakan, awalnya Thresher Shark Indonesia undang rapat untuk membuat kesepakatan kerja sama, tetapi tidak ada keputusan yang diambil terus mereka undang rapat lagi solah-olah rapat terdahulu yang dihadiri nelayan itu sudah berkomitmen untuk tidak tangkap hiu lagi.

Selanjutnya pada saat deklarasi  larangan tangkap ikan dan serahkan bantuan itu demikian Bali, tetamn-teman nelayan diluar 9 penerima bantuan itu juga diundang. Saat deklarasi mereka bilang semua yang hadir itu sudah sepakat dan bersumpah tidak tangkap ikan hiu. Nelayan mereka merasa dirugikan.

Karena kita bersama 20-an nelayan, Bali menyatakan sikap menolak deklarasi larangan tangkap ikan hiu tikus.  Nelayan yang menolak larangan tetap melakukan aktivitas mancing ikan hiu. “Ini kita punya lahan, macam ke persawahan … kita sudah garap lama, bahkan dari nenek moyang kami,”.

Dia menegaskan bahwa pihaknya tetap mancing pancing ikan hiu, kalau ada yang suruh lepas maka hasil mancingnya dibayar dulu baru kami lepas. Kalau kita lepas saja pulang rumah nanti anak-istri mau makan apa, mau biayai sekolah anak-anak pakai apa. Kan semua dari situ. Solusinya kalau suruh lepas setelah tarik naik ya bayar.  

Ashari Kami, nelayan lainnya mengaku cemas karena  yang hadir kemarin di deklarasi larangan tangkap hiu tikus itu  ada pejabat dari Bapelitbang, orang perikanan ada, dari pihak keamanan juga ada …  jangan sampai ini dibuat menjadi peraturan yang melarang orang mancing ikan hiu. Ini menjadi persoalan karena menyangkut hidup, kalau kami tidak tangkap hiu kami mau ke mana. Mestinya mau berdayakan ya berdayakan semua karena nelayan diwilayah itu  aktif tangkap ikan hiu semua, bukan yang ada usaha lain baru turun pancing.  Orang sudah hidup di situ baru tiba-tiba datang larang bilang jangan tangkap itu yang jadi persoalan.  *** morisweni

Pos terkait