Kadis Pendidikan Tegaskan Balajar Dari Rumah Tak Diperpanjang, Kecuali Teluk Mutiara

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Alberd N. Ouwpoly, S.Pd, M.Si sedang memberikan keterangan kepada pekerja media di Ruang Kerjanya, Selasa (02/02). FOTO:Moris Weni-RADARPANTAR.COM
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Alberd N. Ouwpoly, S.Pd, M.Si sedang memberikan keterangan kepada pekerja media di Ruang Kerjanya, Selasa (02/02). FOTO:Moris Weni-RADARPANTAR.COM

Kalabahi, RADARPANTAR.COM-Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Albert N. Ouwpoly, S.Pd, M.Si menegaskan bahwa tidak ada lagi tahap III untuk melakukan proses Belajar Dari Rumah (BDR).  Ke depan setelah tahap II penerapan BDR usai,  semua kecamatan di Kabupaten Alor kembali menerapkan Belajar Tatap Muka (BTM). Kecuali, hanya Kecamatan Teluk Mutiara yang tetap menerapkan proses Belajar Dari Rumah (BDR).  

Seperti apa ancaman bahaya penyebar Covid 19 sangat saya pahami, tetapi sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor saya harus katakan tidak ada generasi yang harus kita korbankan karena ancaman Covid 19. Berdasarkan hasil evaluasi Dinas yang dipimpinya dapat disimpulkan bahwa Belajar Dari Rumah (BDR) yang sudah dilaksanakan tahap I dan sedang dalam proses di tahap II tidak efektif untuk mencerdaskan anak-anak didik. Karenanya, untuk Kecamatan Teluk Mutiara semua sekolah tetap melangsungkan proses Belajar Dari Rumah (BDR), selain Teluk Mutiara atau 16 Kecamatan lainnya kembali Belajar Tatap Muka (BTM), tandas Alberd Ouwpoly menjawab wartawan di Ruang Kerjanya, Selasa (02/02). 

Bacaan Lainnya

Alberd Ouwpoly yang digadang bakal turun gelanggang di arena Piklda Alor 2023 mendatang ini menegaskan, kalau kita tetap mempertahankan untuk menerapkan kebijakan untuk tetap Belajar Dari Rumah (BDR), ia  yakin benar sebagai kepala dinas anak-anak kita akan menjadi korban karena kita tidak memberikan perhatian yang cukup.

Untuk itu demikian Ouwpoly, diluar Teluk Mutiara kita kembali ke belajar tatap muka. Supaya menjawab prinsip apapun musiba bencana alam, generasi Alor jangan kita korbankan. Jangan sampai habis covid ada satu generasi yang suram masa depannya karena kita salah menerapkan proses pembelajaran.  Karena itu di luar Teluk Mutiara kita minta di Bupati Alor untuk kembali ke sekolah dengan tetap mempedomani protokol kesehatan yang ketat. Teknisnya bisa diatur oleh sekolah dengan menggunakan  sip, bisa perkelas atau bisa dengan sip jam supaya  anak-anak tidak kita korbankan.

Orang nomor satu di Dinas Pendidikan Kabupaten Alor ini mengaku, dampak covid 19 juga berpengaruh terhadap  dunia pendidikan dan oleh karena itu langka awal yang diambil oleh pemerintah adalah ditiadakannya ujian nasional  sesuai dengan surat edaran menteri pendidikan Nomor 4 Tahun 2020 yang ditindaklanjuti  dengan edaran meteri pendidikan berkaitan dengan pembelajaran di rumah  akibat covid 19.

Untuk Kabupaten Alor terang Ouwpoly,  dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Alor tentang Belajar dan Kerja di masa pandemi Covid 19. Ketika suasana sudah mau kondusif, ada new normal  sehinmgga pihaknya juga menerapkan proses belajar maupun kerja  di masa new normal.  

Menurut dia, kita tidak pernah membayangkan kalau penyebaran covid 19 di daerah ini begitu meningkat. Karenya terang Ouwpoly, demi mengantisipasi penyebaran covid 19 yang lebih tinggi maka setelah mendapatkan petunjuk dan arahan dari Gugus Tugas Penanganan Covid 19  Kabupaten Alor maka pada tanggal 5 Januari 2021, Dinas Pendidikan mengeluarkan surat pemberitahuan ke sekolah-sekolah sebagai penegasan dinas untuk belajar dan kerja dari rumah. “Kita berusaha ambil langka untuk memutuskan mata rantai penyebaran,” ungkapnya.

Dijelaskannya,  tahap I Belajar Dari Rumah  berjalan mulai tanggal 9 Januari ke atas terakhir tanggal 23 Januari 2021. Kita evaluasi dia jalan. Dengan pertimbangan  Gugus Tugas penanganan Covid 19 Kabupaten Alor   diperpanjang kerja dan belajar dari rumah dua pekan lagi.  Akhirnya kita perpanjang dari tanggal 25 Januari hingga 6 Februari 2021 mendatang.

Bagi pihaknya demikian Ouwpoly,  apapun musiba bencana alam termasuk  pandemi  Covid 19, generasi daerah jangan dikorbankan. Tidak ada generasi yang dikorbankan hanya karena pandemi Covid 19.  Itu prinsip penyelenggaraan pendidikan di daerah ini, tandasnya.

Dan karena itu kata Ouwpoly, segala upaya dan langka-langka yang bersifat taktis dan strategis harus diambil dalam rangka menyelamatkan generasi ini dengan cara melakukan evaluasi dan pemantauan lapangan. 

Dia mengaku, evaluasi tidak dilakukan pihaknya tidak di dalam  ruang dinas pendidikan tetapi dilakukan evaluasi lapangan dengan mendatangi sekolah-sekolah. Kita pastikan anak didik ada belajar pada jam sekolah atau tidak. Guru ada damping atau tidak. Protokol penanganan kesehatan diterapkan atau tidak. Karena Covid bukan hanya ada di sekolah. Klaster penyebaran covid 19 tidak hanya berpotensi terjadi di fasilitas publik, dia sudah masuk di klaster rumah tangga. Karena itu jangan sampai bilang belajar dari rumah tetapi kemudian anak tidak belajar dan ada bermain, atau bisa juga anak tidak pakai masker, anak tidak atur jarak, anak tidak cuci tangan. Karena kita melakukan evaluasi dengan cara turun pantau langsung di lapangan.

Menurut dia, hasil evaluasi tahap I ternyata belajar dari rumah dan kerja dari rumah tidak seperti yang kita harapkan. Persoalan belajar dari rumah ada juga pakai pendekatan dalam jaringan dan luar di jaringan. Dalam jaringan berarti menggunakan media teknologi online atau belajar secara online. Kalau kita bicara pembelajaran online di Alor ini jauh berbeda  ketika menteri pendidikan mencanangkannya di Jakarta. Persoalan pertama mengenai ketersediaan fasilitas, jaringan di beberapa wilayah kan tidak ada. Kalaupun ada jaringan dia juga butuh listrik, di beberapa tempat di Alor listrik hanya menyalah pada malam hari.  Disamping itu kita diperhadapkan kepada kemampuan atau kesiapan rumah tangga anak didik, guru saja ada yang tidak punya ponsel anroid apalagi orang tua wali dan anak didik.

Ada soal lain tentang budaya menggunakan teknologi digital, ada yang belum berpikir sampai pada tahapan belajar menggunakan teknolgi digital.  “Kita turun orang tua dorang bilang begini … e pi tanya di ibu guru dengan bapak guru dorang ko tidak, kata beberapa orang tua kepada tim dari dinas menjawab anak-anak yang menanyakan kepada orang tua dalam mengerjakan tugas di masa belajar dari rumah.

Dan karena itu yang kita dapati beberapa hal  dan itu prinsip jelas Ouwpoly, pihaknya tidak bisa terapkan belajar dengan daring atau di dalam jaringan. Dan di Alor, hasil pantauan dan evaluasi dinas di beberapa kecamatan di luar Pulau Pantar kemudian saya telah memberikan pertimbangan kepada bupati untuk nanti setelah berakhir tahap II kita tidak boleh masuk di tahap III untuk belajar dari rumah karena tidak efektif.

“Jam belajar kita pergi di kampong, saya ke beberapa kampung di pedalaman, jam 08.00 wita saya sudah ada di sana. Saya temukan anak-anak berkeliaran, ikat kartu pel di testa baru jalan masuk di hutan ada jalan-jalan tembak burung, guru tidak ada, orang tua pergi kebun bawa anak. Mereka memahami bahwa ini  libur, karena covid 19 mereka libur. Padahal ini bukan libur, pindah tempat belajar saja, dari sekolah ke  rumah.  Karena di sekolah ada kerumunan sehingga kita hindari kerumunan dengan cara pindah belajar dari rumah. Itu di luar Teluk Mutiara,” terang Ouwpoly.

Sementara di Teluk Mutiara demikian Ouwpoly, ada orang tua yang larang guru mendatangi siswa di rumah hanya karena takut bawah virus.  Ada orang tua juga yang tidak menghendaki anak-anaknya belajar kelompok untuk menghindari kerumunan. Dan karena itu masukan-masukan dari  para kepala sekolah ternyata tidak efektif kita menerapkan belajar dari rumah.

Untuk itu pihaknya memberikan pertimbangan, untuk Teluk Mutiara seluruhnya, terus Abal itu dari Desa Dulolong hingga Kelurahan Adang, Alor Barat Daya itu mulai dari Desa Pailelang hingga Wolwal, Kabola itu Kelurahan Kabola, Alor Tengah Utara itu Mebung, Nurben, Lembur Barat hingga Fung Afeng tetapi ketika tim turun berdailog dengan Kepala Sekolah didapat info jika tidak bisa karena tidak ada kesadaran orang tua sehingga kita kembali ke sekolah.

Karena itu di tahap III untuk semua Teluk Mutiara tetap BDR. BDR dengan dua pendekatan, ada yang menggunakan dalam jaringan dan ada yang di luar jaringan, kata Ouwpoly. 

Dijelaskannya, guru menyiapkan bahan ajar, didalam bahan ajar itu jangan terlalu banyak karena banyak anak yang tidak akan baca kalau bahan ajarnya terallu banyak.  Cukup satu lembar saja dimana dalam  lembaran itu disertai dengan tugas. Setelah dikerjakan lalu dikembalikan kepada guru yang bersangkutan untuk diperiksa.

Ouwpoly kemudian memberikan contoh kasus terhadap proses belajar dari rumah yang ia temukan di SMP Negeri Sebanjar. Sekolah inikan siswanya tersebar hingga sampai ke Pulau Ternate dan Pulau Buaya, ada siswa juga yang berdomisili di Bota. Guru-guru mengalami kesulitan besar untuk melakukan pemantauan ketika proses menerapkan proses belajar dari rumah.  Ini kesulitan  kita di daerah yang harus kita carikan solusi yang baik agar tidak mengorbankan masa depan anak-anak. Apalagi daerah juga masih mengalami kekurangan guru di sekolah-sekolah sehingga menyulitkan sekolah dalam membagi tugas para guru untuk melakukan pemantauan di rumah-rumah siswa.

“Kita belum omong soal pembiayaan, belum ada Juknis terbaru tentang adanya pemanfaatan dana BOS yang dialokasikan oleh sekolah untuk mendukung proses belajar dari rumah,” ujarnya.  ***moris weni

Pos terkait