KALABAHI,RADARPANTAR.com-Kepala Desa Lewalu, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Ruslan Penawa menegaskan bahwa warga Desa Lewalu yang menolak deklarasi tangkap hiu tikus yang difasilitasi Thresher Shark Indonesia beberapa waktu silam merupakan nelayan dadakan. Pasalnya, ada yang baru dua-tiga bulan melaut. Ada diantara mereka yang baru pulang dari rantauan.
Warga Lewalu yang datang ketemu wartawan itu nelayan dadakan semua, kalau Numinson Maro itu baru dua atau tiga bulan melaut. Isran Bali itu sekretaris BPD yang kemarin ada di tim hiu tikus yang direkrut Ibu Dewi. Ashari itu Wakil Ketua BPD. Mereka itu bagian dari pemerintah, sementara aturan ini pemerintah yang kasih turun. Mereka juga tau kalau dari 2018, Thresher Shark Indonesia lakukan penelitian, sebut Penawa ketika dikonfirmasi media ini melalui telpon selular, Senin malam (29/11).
Orang nomor satu di Desa Lewalu itu mengatakan, Thresher Shark Indonesia sudah ada di Lewalu sejak 2018. Waktu itu diajak bergabung, mereka tidak mau dan banyak alasan … LSM ini omong kosong dan macam-macam alasan lainnya. “Ternyata ada bantuan,” tandas Penawa sembari menambahkan, ada potensi mereka ini mau dibantu tetapi maunya instant, begitu omong langsung jadi.
“Yang 9 orang nelayan dibantu inikan melalui proses yang panjang dari 2018, 2019,2020 dan baru dieksekusi bantuan 2021,” ungkap Penawa.
Menurut Penawa, deklarasi larang tangkap hiu tikus itu bukan maunya pemerintah, itu karena kesepakatan bersama, ini barang waktu Pangdam turun karena TSI ini laporkan kegiatan penelitian bahwa hiu tikus ini bakal punah, karena itu kita jaga.
Penawa menembahkan, sejak awal semua dilibatkan, tetapi mereka yang tidak mau. “Mereka bilang orang dorang hanya akal kita. Banyak diantara mereka tidak melaut. Si Numenson itu baru datang di Lewalu kebetulan kawin dengan keluarga di Lewalu, ada yang baru pulang merantau. Ada yang tangkap kakap merah, tidak tangkap hiu tikus,” sebut Penawa menambahkan.
Dijelaskan Penawa, ini barang sudah ada aturan, di daerah yang aturan belum ada. Asli ini barang dilarang, permen sudah ada, TSI baru meneliti 2018.
Sesuai dengan CoP 17 Tahun 2016 jenis hiu tikus telah masuk dalam Apendix II CITES dan dilarang mengeluarkan rekomendasi ekspor berdasarkan surat edaran Direktur KKHL Nomor 2078/PRL 5/X/2017 terkait dengan tangkapan sampingan (bycathch) sesuai dengan Pasal 73 Permen KP Nomor 30 Tahun 2012 jo Permen KP Nomor 26 Tahun 2013 tentang usaha perikanan tangkap di WPP NRI wajib dilepas dan dilaporkan jika mati, demikian juga Bab X Pasal 39 Permen KP Nomor 12 Tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap di laut lepas. Selain itu, pada tahun 2009 melalui Resolusi 10/12 IOTC tahun 2009 tentang perlindungan hiu tikus.
Menurut Penawa, warga Lewalu yang ada ada digambar sebagaimana berita media ini edisi sebelumnya itu hanya 1 warga saja yang bekerja sebagai nelayan. “Dikasih modal Rp. 25 juta tetapi tidak mau terima, ini perorang, bukan kelompok. Biasanya kelompok, tetapi ini per orang dapat Rp. 25 juta,” ujar Penawa.
Dia mengaku jika perbuatan baik untuk membangun kampung itu selalu mendapatkan tantangan.
Ditambahkan Penawa, yang namanya nelayan itu tidak hanya tangkap hiu tikus. Kan masih ada kakap, ada juga tuna, semua jenis ikan ada di situ koq.
Diakuinya bahwa sebenarnya ada itikat baik dari Thresher Shark Indonesia untuk memberikan bantuan, tetapi karena sudah begini jadinya sehingga kembali ke TSI, bantu atau atau tidak semuanya kita kembalikan kepada TSI. Nelayan tidak harus tangkap hiu, kan ada kakap, ada tuna, semua jenis ikan ada di situ, tandasnya. *** morisweni