Bupati Alor, Propinsi NTT Tolak Rencana Pemerintah Pusat Berhentikan Tenaga Kontrak

Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP dalam satu sesi bersama undangan dan pengurus DPC PPNI Kabupaten Alor di sela-sela MUSDA III PPNI Alor belum lama ini. FOTO:MW/RP
Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP dalam satu sesi bersama undangan dan pengurus DPC PPNI Kabupaten Alor di sela-sela MUSDA III PPNI Alor belum lama ini. FOTO:MW/RP

KALABAHI,RADARPANTAR.com-Ini bisa saja satu-satunya Kepala Daerah di Tanah Air yang menentang rencana pemerintah pusat memberhentikan tenaga kontrak daerah yang selama ini mengabdi melayani masyarakat di instansi pemerintah. Adalah Bupati Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur Drs. Amon Djobo, M.AP yang berdiri tegak menolak kebijakan itu.  Orang nomor satu di kabupaten yang berbatasan laut dengan negara baru Republik Demokrat Timor Leste (RDTL) itu menilai rencana memberhentikan tenaga kontrak merupakan konsep yang salah.  

Bagaimana mau berhentikan mereka, tenaga kontrak mereka ini sudah mengabdi begini lama koq mau kasih berhenti itu apa itu, salah itu konsep itu,  sebut Djobo saat memberikan arahan di Musyawarah Daerah III Persatuan Perawat Nasional Indonesia Kabupaten Alor beberapa waktu silam.   .

Bacaan Lainnya

Saya satu orang di Indonesia yang paling tidak suka kalau daerah-daerah di luar Jawa itu tidak menerima tenaga kontrak. Kenapa saya paling tidak suka, karena kalau di Jawa itu banyak pilihan, ada pabrik, ada perusahaan, ada toko, kita di luar Jawa itu apa yang ada … yang ada itu PNS dan jasa pemerintah lainnya saja, ungkapnya.

Terus, siapa yang harus menggerakan program kenyang, sehat dan pintar kalau tenaga perawat, bidan dan dokter tidak ada, tandas Djobo.

Djobo mengaku pada saat menjabat sebagai Asisten III yang cukup lama di jaman bupati sebelumnya, saya ini yang menerima tenaga kontrak di seluruh Alor ini. “Bupati panggil saya dan marah, om … nanti lu yang kasih gaji. Nanti lu yang kasih mereka punya biaya hidup. Saya bilang, ini uang mereka (tenaga kontrak) juga punya hak. Di DPRD pun saya protes. Mereka bilang kenapa jadi Asisten juga terima tenaga kontrak … saya bilang, mereka juga anak-anak Alor yang punya tugas dan hak untuk memperoleh uang daerah ini. Ini jujur saya harus bilang,” sebut Djobo menambahkan.

Yang ada duduk-duduk di Aula ini juga saya yang terima koq bagaimana. Saya punya tangan kotor ini yang acc-acc baru masuk ko bagaimana, katanya.

Djobo kemudian menceriterakan kisahnya menerima tenaga honor ketika menjadi Asisten III di jaman Bupati Alor Ir. Ans Takalapeta.  “Saya diperiksa oleh Banwas,  Asisten III punya hak apa dan punya kewenangan berapa besar koq terima orang masuk kerja. Saya bilang begini, Pak Bupati terlalu sibuk. Biar saya yang acc mereka kerja. Mereka kerja juga mereka tidak minta upah koq. Tetapi akhirnya menjadi pegawai negeri semua,” ungkapnya sembari menambahkan jika honorer yang diterima pada saat itu bukan dibayar honornya oleh Amon Djobo. Negara yang bayar honor koq. Saya pelaku sejarah koq, apa yang saya pikirkan itu belum dicermati oleh banyak orang tetapi akhirnya negara mengakui.  

Dia mengaku pusing ketika mendengar informasi bahwa tenaga kontrak dilepas. “Saya bilang, tetap. Alor taruh pigi baru saya mau dipecat-pecat. Saya juga sudah di akhir masa jabatan koq mau pikir apa,” tandasnya.  

Menurut Djobo, tanpa tenaga kontrak yang didalamnya ada perawat siapa yang mau kerja, topografi daerah kita tidak memungkinkan. Ini bukan di Kota Kupang, bukan juga di metropolitan. Kalau di metropolitan kita bisa gagah-gagahan, kita bisa naik taxi , naik heli bisa sampai. Alor tidak bisa.  

Mengenai besara honor yang daerah bayar kepada tenaga kontrak terang Djobo, Rp. 1 juta juga DPRD paksa ‘naik turun, pigi datang’ tetapi tidak bisa karena kita diperhadapkan dengan tantangan keuangan daerah yang sangat sulit. Tidak hanya di Alor tetapi di pusat juga, untuk belanja melalui APBN sudah sangat tipis.  

Kalau begitu, mereka yang tenaga kontrak, tenaga latihan, kalau kamu bilang lepas mereka padahal mereka yang pilih kamu setiap tahun duduk di Senayan (DPR RI). Orang-orang begitu tidak boleh pilih kembali di periode berikut. Tidak usah itu. Mereka kalau sudah berpikir mereka punya diri aman-nyaman, mereka sudah tidak berpikir  orang lain punya hak hidup di negara ini, ujarnya.

Dijelaskannya, para perawat itu melayani dibalik  gunung, di  lemba di samudra raya para pun banting tulang  melintasinya  untuk negeri ini, melayani rakyat, ungkapnya.  Karena itu saya paling protes itu, saya bilang tetap. Mau alokasi uang atau tidak tetap, tenaga kontrak harus tetap jalan. Kalau tidak memang tidak bisa.

Sebagai Bupati Alor, ayah satu putri ini mengaku dalam kurun waktu satu hari itu lamaran untuk tenaga latihan itu ada di meja kerjanya sekitar 30-40 lamaran.  Kalau satu bulan itu sudah berapa lamaran yang masuk. Tetapi saya tetap acc, untuk mereka masuk.

Alasannya menurut Djobo, satu-satunya lapangan kerja yang terbuka di daerah ini ada pada jasa pemerintah, tidak ada di lain-lain tempat. “Masa orang pulang dari sekolah sarjana kita suruh jalan-jalan saja. Mana dia mau,” sebut Djobo.  

Meski ada  tantangan tetapi orang nomor satu di Nusa kenari tercinta ini menegaskan sikapnya untuk tetap menerima tenaga kontrak. Karena saya berpikir, orang tua pilih kemiri, cungkil asam, panggang kopra, jual ikan, jual pisang baru suruh anak pergi sekolah di luar Alor, ada di Kupang, Surabaya, Makassar dll bawa ijasah baru tidak ada kerja, orang tua bisa stres.

Bupati Alor dua periode ini mengaku sudah menyurati presiden untuk angkat tenaga honor daerah menjadi P3K tanpa melalui seleksi atau testing. Itu satu-satunya bupati di Indonesia mungkin yang menyurati Presiden RI untuk menyelamatkan tenaga honor.

Surat kepada Presiden RI itu menurut Djobo sudah disampaikan  3 bulan silam. Dalam pertemuan dengan para bupati di tanah air, Djobo mengaku pernah diprotes oleh beberapa kepala daerah lainnya jika ia membela tenaga honor yang sifatnya membebani APBD. Kepada kepala daerah yang mengajukan keberatan terhadap sikapnya membela tenaga honor Djobo mengatakan, memangnya APBD lu punya uang. Ini uang negara, dana trasnfer yang besar. Mereka juga punya hak. Anak-anak negara yang bekerja melayani rakyat harus dikasih haknya. *** morsiweni 

Pos terkait