Bolak Balik Penuhi Panggilan Jaksa-Polisi, Silpa Dana Desa Teracam Membengkak, Kebutuhan Rakyat Bisa Jadi Korban

Kades Lembur Barat, Abner Yetimau. FOTO: OM MO/RP
Kades Lembur Barat, Abner Yetimau. FOTO: OM MO/RP

KALABAHI,RADARPANTAR.com-14 Kepala Desa dan BPD di Kecamatan Alor Tengah Utara akhir-akhir ini bolak-balik memenuhi panggilan Penyidik Kepolisian Resort Alor dan Penyidik Kejaksaan Negeri Alor dalam kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa. Bolak balik memenuhi aparat penegak hukum di polisi dan jaksa dalam kasus yang sama ini berpengaruh terhadap rendahnya penyerapan APBDes. Akibatnya Silpa terancam membengkak, kebutuhan masyarakat bisa jadi korban.   

Kepala Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Abaner Yetimau dan Kepala Desa Alimebung, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor dikonfirmasi secara terpisah menyampaikan itu kepada radarpantar.com, Kamis (11/09/2025).

Bacaan Lainnya

Pada tangga 12 Agustus 2025 memenuhi panggilan Kepolisian Resort Alor untuk dimintai keterangan.  Tanggal 18 Agustus 2025 menghadap Jaksa di Kejaksaan Negeri Alor untuk diambil keterangan dalam kasus yang sama, sebut Yetimau menjawab media ini.   

Menurut Yetimau, bolak balik memenuhi panggilan penyidik di dua lembaga penegak hukum dalam kasus yang sama ini  berpengaruh sudah pasti terjadi terhadap pelaksaan APBDes.  “Karena kita urus masalah saja jadi kita mau pelayanan ke masyarakat bagaimana,  pelaksanaan APBDes pasti berpengaruh dan terganggu karena mau fokus di pemeriksaan kejaksaan dan kepolisian atau mau kerja di desa,” ungkap Yetimau.

Ditegaskan Yetimau,  jelas desa-desa di Kecamatan Alor Tengah Utara untuk tahun ini bisa saja SILPA banyak atau besar karena kita mau fokus menghadapi laporan di dua lembaga penegak hukum (Polisi dan Jaksa) atau kita mau urus pelayanan masyarakat. Kita mau urus pencairan itu dia punya progres pencairan atau penyerapan ini juga tidak segampang yang kita pikirkan.

Yang jelas ini tahun terang Yetimau, kita di desa buat besar-besaran perubahan APBDes karena kemaren Koperasi Merah Putih ini kan baru ada dalam tahun berjalan, termasuk Program Ketahanan Pangan 20 persen. Semua harus kita bekin di Perubahan APBDes.  

“Ini kita mau urus Perubahan APBDes ko mau pikir hadapi APH … tadi saya ada lihat dalam group itu 14 operator Siskedes dorang hari Senin dipanggil lagi ke Kejaksaan Negeri Alor. Kemaren Ketua BPD untuk desa-desa di Alor Tengah Utara dipanggil juga oleh Kejaksaan,” ujarnya.  

Dia mengaku, pencairan dana desa di desa yang dipimpinnya untuk tahap satu sudah cair, tahap dua yang belum.  Pencairan tahap dua ini yang bisa saja terganggu karena mau urus proses pencairan dengan persyaratan dokumen yang agak ribet atau mau sibuk hadapi panggilan polisi dan jaksa.  

Dijelaskannya, para pendamping yang diharapkan dapat membantu kami di desa dalam memberikan rekomendasi untuk pencairan dana desa juga bilang mau diperiksa, termasuk Dinas PMD.  

“Kalau proses pencairan tahap berikut terganggu maka banyak kebutuhan masyarakat yang sudah pasti tidak terlayani, padahal kita sudah akomodir dalam APBDes,”  sebutnya. 

Sekarang ini Perubahan APBDes 2025 untuk Ketahanan Pangan inikan saya termasuk desa yang belum buat Musyawarah Desa (Musdes) untuk penetapan anggaran yang 20 persen itu … mau diapakan inikan kita belum …  Kita mau urus masalah ko, mau urus pelayanan ko mau urus menghadap di APH, pungkas Yetimau.

Menurutnya, karena ketahanan pangan inikan setelah tahun anggaran berjalan baru ada arahah sehingga kita harus bekin Musdes lagi untuk muat di Perubahan APBDes, karena tidak ada di APBDes yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.

Dijelaskan Yetimau, kemaren itu kita muat di pemberdayaan tetapi ada arahan harus ketahanan pangan secara terpisah sehingga kita harus bekin Musdes untuk mengetahui seperti apa permintaan masyarakat.  

20 persen untuk ketahanan pangan itu demikian Kades Lembur Barat, tidak ada di APBDes 2025 yang telah ditetapkan karena itu harus duduk lagi bekin Musdes untuk muat di Perubahan APBDes, tetapi belum juga dilakukan karena sibuk hadapi panggilan polisi dan jaksa.  

Yang jadi persoalaan sekarang kata Kades Lembur Barat adalah ketahanan pangan yang 20 persen itu untuk pembelian bibit tetapi masyarakat sudah terbuai dengan Bansos sehingga kita beli bibit, pupuk berikan kepada masyarakat tetapi kalau mereka tidak mau tanam juga sulit.  

Kemaren dalam pemeriksaan di kejaksaan dia mengaku menyampaikan juga bahwa masyarakat punya usulan itu pengadaan kambing, dan tenun ikat, tetapi kalau harus berkaitan langsung dengan ketahanan pangan kalau diarahkan untuk pengadaan bibit datang lalu masyarakat tidak manfaatkan ya jangan persalahkan pemerintah desa.

“Dorang arahkan paling tidak dalam satu tahun itu dua hingga tiga kali panen. Persoalan kita di Lembur Barat itu satu tahun satu kali orang berkebun sesuai curah hujan. Kalau curah hujan tidak bagus juga kadang-kadang tidak ada hasil juga. Beda dengan daerah-daerah yang punya air yang punya sawah,” ungkapnya

Kepala Desa Alimebung Alemedo Kafolata ketika dikonformasi membenarkan jika Tipikor Polres Alor yang duluan memanggilnya untuk dimintai keterangan. Setelah itu baru jaksa panggil untuk minta keterangan di kasus yang sama, semuanya soal laporan Camat Alor Tengah Utara.

Dia mengaku dengan adanya masalah seperti ini … dipanggil jaksa maupun polisi bisa mempengaruhi besarnya Silpa karena kegiatan tidak bergerak. Kita mau fokus kerja bagaimana, orang main panggil kita terus ne. Ini yang bisa saja jadi salah satu hambatan bagi kami di desa, karena kalau  Silpa besar masyarakat sudah pasti jadi korban.

Yang riskan demikian Kades Alimebung jika Silpa besar maka alokasi dana desa untuk kami 14 desa di Alor Tengah Utara bisa mengalami penurunan atau pengurangan, tetapi kami upayakan agar di sisa beberapa bulan dalam tahun ini bisa selesai semua supaya masyarakat tidak jadi korban.

Secara psikologis demikian orang nomor satu di Desa Alimebung itu jika merasa terganggu dengan bolak-balik memenuhi panggilan polisi dan kejaksaan untuk memberikan keterangan.

Teman-teman di Kecamatan Lain di Kabupaten Alor kata Kafolata, mungkin sudah bahas Perubahan APBDes 2025, bahkan ada yang mungkin sudah bahas APBDes 2026 tetapi kami 14 desa di Kecamatan Alor Tengah Utara belum juga bahas Perubahan APBDes 2025 karena punya waktu tersita untuk memenuhi panggilan polisi dan jaksa.

Menurut dia, kalau Silpa besar maka tidak saja masyarakat menilai buruknya kinerja kami di pemerintah desa tetapi kebutuhan masyarakat yang harus kita biayai dengan APBDes juga sudah pasti jadi korban.  *** morisweni

Pos terkait