KALABAHI,RADARPANTAR.com-Aksi protes mahasiswa dan masyarakat korban penerima bantuan rumah akibat badai tropis siklon Seroja April 2022 silam masih terus bergulir. Tak puas dengan aksi 13 Maret 2023 silam, mahasiswa yang tergabung dalam Kerukunan Mahasiswa Alor Timur Laut (Kemilau) dan masyarakat kembali melayangkan protes melalui aksi unjuk rasa, Kamis (16/03). Nada dasar yang diusung dalam aksi ini sama, meminta pertanggung jawaban pemerintah terhadap kualitas rumah bantuan korban Seroja yang telah dibangun. Pasalnya, rumah bantuan Seroja yang telah dibangun tak layak untuk dihuni karena sama seperti kandang ayam.
Dalam aksi terbaru di Kantor Bupati Alor, mahasiswa dan warga korban penerima bantuan rumah Seroja di Desa Waisika diterima oleh Asisten II Drs. Dominggus Asadama dan Asisten III Melki Beli, S.Sos, M.SI.
Ketua Kemilau Antipas Kamengkol yang didaulat pertama oleh Koordinator Lapangan (Korlap) Daniel Lanle menyampaikan pernyataan dalam dialog dengan dua Asisten Setda Alor itu mengatakan, pembangunan rumah bagi korban badai seroja di Desa Wasikika oleh pihak ketiga dengan total anggaran Rp. 50 juta/rumah tidak sesuai dengan bangunan yang ada saat ini.
“Masyarakat saat ini di musim hujan mereka berenang di dalam. Tidur diatas tanah, lantai tipis, bahkan atap rumah itu diatap dengan terpal lagi. Trplex transparan,” ungkap Kamengkol dengan nada teriak.
Kamengko kemudian membandingkan kualitas pembangunan rumah yang berada di Pulau Pantar dengan rumah yang dibangun di Desa Wasika yang sama-sama merupakan korban badai tropis siklon seroja. Kebijakan pembangunan rumah bagi korban badai tropis siklon seroja itu ada dua, yang satu di Pulau Pantar dan yang satu ada di Alor Timur Laut, tetapi kenapa koq beda padahal jenis rumahnya sama tipe, tetapi kenapak koq beda. Ini yang kami pertanyakan.
Selanjutnya masih menurut Kamengkol, anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp. 54 Milyar turun ke pemerintah daerah kemudian disalurkan ke rekening masing-masing korban sebesar Rp. 50 Juta untuk rumah rusak berat, Rp. 25 juta untuk rumah rusak sedang dan Rp. 10 juta untuk rumah rusak ringan, namun kenyataan hingga saat ini masyarakat korban tidak memegang buku rekening. “Kenyataan hingga saat ini masyarakat korban tidak memegang buku rekening. Ada apa dibalik ini … siapa yang mencairkan dana, terus siapa yang kelola,” ujar Kamengko sembari menegaskan dalam dialog itu agar pemerintah mempertanggungjawabkan hari ini juga.
Dia mengaku pihak kontraktor turun paksa masyarakat untuk menanda tangani berita acara, bawa kuitansi, akal masyarakat lagi. Penipuan ini.
Sebelumnya masyarakat penerima bantuan rumah badai tropis siklon seroja dari Desa Waisika bersama Kemilau melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD, Kejaksaan Negeri Alor, Kantor Bupati Alor dan Kantor BPBD Kabupaten Alor, Senin (13/03).
Dalam aksi itu, mahasiswa dan masyarakat korban badai seroja menduga ada dugaan korupsi dalam pembangunan rumah bantuan seroja karena bangunan rumah yang telah dibangun itu tidak layak huni.
Di BPBD Kabupaten Alor, Ketua Kemilau Antipas Kamengkol melalui orasinya meminta pertanggungjawaban BPBD terhadap kondisi rumah bantuan bagi korban seroja di Desa Waisika yang dinilai pihaknya tidak layak huni.
Merespon tuntutan elemen mahasiswa yang tergabung dalam Kemilau dan masyarakat korban seroja penerima bantuan perumahan dari Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Sekretaris Daerah Kabupaten Alor, Drs. Sony Alelang menggelar jumpa pers dengan pekerja media, Kamis (16/03) di Ruang Kerjanya.
Dalam jumpa pers dengan wartawan itu Alelang menegaskan sikap pemerintah bahwa prinsipnya pemerintah terbuka menerima apapun aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Khusus untuk kualitas rumah bagi bantuan korban Seroja di Waisika, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan BPBD, PPK, konsultan, pihak ketiga dan jaksa pendamping. Hasil koordinasinya antara lain, besok Jumat 17 Maret 2013 para pihak diantaranya BPBD, PPK, Konsultan, Pihak Ketiga dan Jaksa Pendamping melakukan peninjauan lokasi untuk melihat secara langsung kondisi rumah sesuai pengaduan mahasiswa dan warga.
Dalam peninjauan lokasi nanti demikian Alelang, jika ditemukan ada yang masih belum beres sebagaimana yang disampaikan mahasiswa dan warga maka pemerintah segera memerintahkan pihak ketiga untuk memperbaikinya, karena pembangunan perumahan itu masih dalam masa pemeliharaan.
Jika ternyata ditemukan fakta yang fatal di lapangan pemerintah siap mempertanggungjawabkan itu secara hukum melalui proses hukum karena sudah dilaporkan oleh mahasiswa dan waega di Kejaksaan Negeri Alor, tandas Alelang. *** morisweni